Kerajaan Islam Peureulak - Puteri Nurul A’la ... Perdana menteri Kerajaan Islam Peureulak..

Wanita - Wanita Aceh adalah wanita-wanita yang luar biasa di zaman Kerajaan Aceh, baik dari zaman Kerajaan Jeumpa Aceh hingga Kerajaan Aceh Darussalam sampai Zaman Aceh jadi Provinsi, siapa yang tidak mengenal Putro Manyang Seulodong,Puteri Makhdum Tansyuri,Putri Betung,Nahrishah,Ratu Tajul Alam Safiatuddin,Laksamana Malahayati, Tjut Nyak Dhien, Cut Nur Asikin dan lain-lainnya.


Kerajaan Perlak Islam juga melahirkan beberapa perempuan pilihan yang berperan dalam kehidupan bangsa dan negaranya pada masa itu, di antaranya adalah Puteri Nurul A’la yang dilantik menjadi Mangkubumi dan Puteri Nurul Qadimah yang memegang peranan dalam bidang ekonomi pada masa itu dengan jabatannya sebagai ketua bendahara kerajaan (baitul mal).

Puteri Nurul A’la adalah pu¬teri Sultan Perlak kesebelas, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Syah Johan Berdaulat (1078-1108 M). Pu¬teri Nurul A’la meneruskan perjuangan ayahnya dengan menduduki jabatan sebagai Mangkubumi atau perdana menteri pada masa Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Syah Johan Berdaulat (1108-1134 M).

Seperti sayakutip dari Tabloid Modus Aceh, Selain sebagai perdana menteri, Puteri Nurul A’la juga menjabat sebagai panglima perang yang gagah berani pada masanya.

Untuk mengenang Riwayat Puteri Nurut A’la, masyarakat Aceh mengabadikannya dalam bentuk cerita rakyat yang dikenal dengan Hikayat Puteri Nurul A’la.

Hikayat tersebut menceritakan bahwa dulu ada seorang raja yang berkuasa di Perlak yang wilayahnya terletak di Blang Perlak antara muara Krueng Tuan dan Krueng Seumanah.

Setelah lama menikah, raja itu belum mempunyai keturunan lalu ia bernazar kalau ia diberi putera, ia akan memandikan puteranya di laut dekat Kuala Perlak.

Tidak berama ama kemudian, raja tersebut dikarunial seorang putera yang diberi nama Ahmad Banta dan seorang puteri yang diberi nama Puteri Nurul A’la. Setelah puteranya besar, raja tersebut menunaikan nazarnya untuk memandikan puteranya di laut. Sesampai di Kuala Perlak ia berhenti dan membuat rakit lalu memandikan puteranya itu di atas rakit dengan upacara khusus.

Setelah acara memandikan selesai, tiba-tiba datang ikan besar menerkam dan mendorong putera raja tersebut ke tengah-tengah laut. Raja dan orang-orang yang menyaksikan acara tersebut terkesima hingga tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka pulang dengan membawa duka.

Sesampai di istana, Raja Perlak bertanya kepada paranormal apakah anaknya masih hidup dan kemana perginya. Paranormal itu menjawab bahwa anaknya masih hidup dan diselamatkan oleh Nahkoda kapal dan dibawa ke negeri Jayakarta. Raja Perlak juga diberi saran tidak perlu khawatir karena anaknya selamat dan akan kembali lagi karena puterinya nanti setelah dewasa akan membawa kakaknya kembali ke Perlak dengan perahu yang terbuat dan pohon perlak yang ditebang di Sungai Peunaron. Mendengar jawaban paranormal tersebut, Raja dan Permaisuri Perlak sedikit lega namun tetap menyimpan kesedihan ditinggal puteranya.

Untuk mengingatkan agar Puteri Nurul A’la kelak mencari kakaknya, dibuatlah syair secara khusus untuknya.

Allahi hai do doda idang
Rangkang di blang tameh Bangka
Beurijang rayeuk putroe seudang
Tajak teubang peurlak raya

Allah hai do doda idang
Cicem subang jiphe meugisa
Ngon teer rayeuk bungoeng keumang
Kayee disimang peuget keumang
Jak kutimang bungong meurak
Kayee sibak di leuen Istana
Beurijang rayeuk puteh meuprak
Beukeut tamat beuliong raya

Jak kutimang bungong langsat
Bee ji mangat bungong langa
Beuridjang rayeuk puteh lumat
Bak jeuet tamat keumudue bechtra

Allah hai do doda idi
Anoe pasi riyeuk tampa
Beurijang rayeuk cut putehdi
Gantoe ai adoen ta mita

Allah hai do doda idang
Bungong mancang rhot meukeuba
Bak rang rajeuk bungong keumang
Jak tueng abang di Jayakarta

Jak kutimang bungong sukon
Bak sitahon boh hantomna
Beurijang rayeuk puteh sabon
Beu-ek tapeutron bechtra raya

Bukon sayang lon eu simplah
Lam geu keubah soe ngui hana
Bukon sayang lon eu nang mah
Dalam sosah ingat keubantu

Bukan sayang lon eu peutoe
Peunoh asoe meuih permata
Bukan sajang lon eu putroe
Da wok geumue ro ie mata

Artinya:

Mari kuayu kubuaikan
Dangau di sawah tiang Bangka
Lekaslah besar putrid sedang
Pergilah tebang peureulak raya

Mari kubuai dan kudendang
Unggas Subang terbang berkisar
Jikalah besar bunga kembang
Kayu disimpang buatkan bahtera

Kembang merak mari kutimang
Kayu sebatang muka istana
Lekaslah besar putih Cemerlang
Sanggup memegang beliung raja

Mari kutimang bunga langsat
Bau yang sedap bunga kenanga
Lekaslah besar putih lumat Cakap memegang kemudi bahtera

Allah hai putrid mari kubuai
Pasir dipantai riak menimpa
Lekas remaja cut putihdi
Pengganti ayah cari kakanda

Allah hai putrid mari kutimbang
Bunga mancang gugur merata
Lekaslah besar wahai kembang
Jemput abang di Jayakarta

Mari kupangku bunga sukun
Phon sitaloh buah tak ada
Lekaslah besar putih sabun
Sangguo menurun bahtera raya

Saja terharu memandang simplah
Tersimpan indah yang pakai tak ada
Alangkah sayang bunda dan ayah
Dalam susah mengenang banta

Sedih hatiku melihat peti
Penuh berisi intan permata
Sayang sekali permaisuri
Lalai beruarai air mata

Inang istana Perlak selalu mendendangkan lagu tersebut untuk Puteri Nurul A’la kecil dengan harapan ketika dewasa ia mengingat isi pesan tersebut.

Dan setelah dewasa, Puteri Nurul A’la mengingat semua pesan yang ada dalam syair tersebut. Ia meminta dibuatkan perahu dan pohon perlak yang tumbuh di Sungai Peunaron.

Karena sudah sudah lama ditunggu-tunggu, permintaan Pu¬teri Nurul A’la langsung dika¬bulkan.

Setelah jadi, saatnya perahu ditarik namun setelah semua usaha dikerahkan perahu tidak beranjak dari tempatnya. Puteri Nurul A’la sedih dan pada malam harinya Ia bermimpi untuk menarik perahu itu ke laut keponakannya yang bernama Puteri Nurul Kadimah harus dibungkus kain kafan untuk menjadi bantalan perahu dan perahu itu ditarik dengan sehelai rambut keponakannya itu.

Setelah bermimpi Puteri Nurul A’la semakin sedih namun Puteri Nurul Kadimah rela menjadi bantalan mencari kakaknya yang hilang.

Setelah semuanya sepakat. Puteri Nurul Kadimah dibungkus dengan kain kafan dan ditempatkan di bawah perahu untuk menjadi bantalan sedangkan Puteri Nurul A’la menarik perahu itu dengan sehelai rambut milik keponakannya itu sementara orang-orang mendorong dari belakang. Perahu itu bergerak dan akhirnya sampai ke laut.

Puteri Nurul Ala diiringi pengawalnya lalu melaju menuju Jayakarta. Sesampainya di sana ia langsung diserang dan kalah tetapi sempat melontarkan cincin kakaknya itu hingga jatuh di depan Raja Jayakarta.

Setelah melihat cincin itu, Raja Jayakarta tahu kalau puteri cantik itu adalah adiknya. Ia lalu pergi sendiri mengejar adiknya dan setelah bertemu keduanya tinggal bersama. Puteri Nurul A’la dilamar oleh Berbu Tapa dan menerima lamaran tersebut dengan syarat Ia harus pulang dulu ke Perlak.

puteri Nurul Ala pulang diantar prabu Tapa dan ketika tiba di Perlak Prabu Tapa disuruh tinggal di kampong Tjek Brek sementara ia tinggal di Paya Meuligoe. Prabu Tapa menagih janji Puteri Nuru A’la. Puteri Nurul A’la minta tenggang tiga bulan untuk menyiapkan segalanya. Namun selama tiga bulan tersebut ia malah mempersiapkan ilmu untuk melawan Prabu Tapa.

Sementara itu, kakaknya setelah tiba di Perlak tidak lama kemudian mangkat. Mengetahui hal itu, Puteri Nurul A’la takut dan lari ke Simpang Peunaron di Blang Perak. Prabu Tapa marah dan mengejar Puteri Nurul A’la yang lari ke Krueng Peunaron. Lubok Pancaningan dan meninggal di sana.

Tidak menemukan Puteri Nurul A’la. Prabu Tapa bertambah marah dan membunuh setiap orang di Kampung Beuringan karena itu orang-orang menyebut kampung itu dengan Kampung Teungku di Bungeh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar