Warisan Islam di Tepian Musi

Palembang merupakan kota terpenting di Sumatera dan jadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Nusantara. So, nggak heran kalau di kota ini banyak berdiri masjid-masjid bersejarah yang jadi pusat kegiatan keagamaan.

Selain Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin yang letaknya di jantung kota, ada juga Masjid Ki Merogan, Masjid Lawang Kidul di daerah 1 Ilir, dan Masjid Besar Al-Mahmudiyah di daerah Suro, 30 Ilir. Masjid-masjid tadi sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan masih berdiri kokoh sampai sekarang.

Mesjid Agung adalah masjid terbesar dan jadi landmark Kota Palembang. Masjid ini awalnya dinamai Masjid Sultan, yang terkenal banget di Nusantara sampai ke luar negeri. Orang belum dianggap ke Palembang kalau belum mengunjungi Masjid Agung ini. Nah, gimana sejarahnya, ya?



13122872871235402777

Masjid Agung adalah masjid tertua di Palembang dibangun oleh Sultan Mahmud Badaruddin I. (Foto: Dok Pribadi)







“Masjid Agung Palembang dibangun oleh Sultan Mahmud Badaruddin I, sedangkan Masjid Ki Merogan dan Masjid Lawang Kidul didirikan oleh seorang ulama Palembang, Ki Merogan. Masjid Suro Al-Mamudiyah dibangun oleh Ki Abdurahman Delamat,” jelas Yudhy Syarofie, pemerhati budaya Palembang.



1312288215519667854

Masjid Agung Palembang pada tahun 1880-an. (Foto: Tropenmuseum)







Katanya arsitektur Masjid tersebut terbilang unik. Di dalamnya ada perpaduan arsitektur Melayu, Jawa, dan Cina. Itu bisa dilihat dari bentuk atap Masjid yang khas. Bangunan utama menjadi ruang sholat utama dengan atapnya berbentuk limas dihiasi ujung runcing seperti bangunan khas Cina.





Sudah banyak dilakukan renovasi dan perluasan terhadap Mesjid Agung, baik dari masa pemerintahan Belanda sampai era kemerdekaan. So, bentuknya beda banget dibanding saat awal dibangun. Terakhir, renovasi dilakukan tahun 2000 dan selesai tahun 2003 dengan tetap mempertahankan bangunan utama.



Usut punya usut, ternyata awalnya masjid ini nggak punya menara. Barulah pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najamuddin (1758-1774) dibangun menara masjid yang bentuk atap dan bangunannya persis kayak menara kelenteng. Sedangkan menara lainnya yang paling tinggi dibangun saat renovasi tahun 1970-an.



Sementara Masjid Ki Merogan yang letaknya di muara pertemuan Sungai Ogan dengan Sungai Musi, didirikan 1890 M (1310 H) oleh Ki Mgs H Abdul Hamid bin Mahmud atau lebih dikenal dengan Ki Merogan. Masjid ini dibangun hampir bersamaan dengan Masjid Lawang Kidul.



1312287472585947516

Di muara Sungai Ogan terdapat masjid yang dinamai sesuai nama pendirinya, Ki Merogan. (Foto: Dok Sumatera Ekspres)





Bagian masjid sebagian besar masih asli. Antara lain, saka guru dan 12 tiang penunjangnya, rangka bangunan atap, langit-langit, dan kuda-kuda. Mimbar khas masjid ini juga masih menampakkan keaslian, baik bahan maupun hiasannya. Nah, di sisi selatan masjid terdapat makam yang nggak pernah sepi dari kunjungan peziarah.



`Masjid Besar Al-Mahmudiyah yang terletak di Simpang Suro, 30 Ilir ini selesai dibangun 1889 M (1310 H). “Masjid dibangun oleh KH Abdurrahman Delamat di atas tanah wakaf milik Ki Kgs H Khotib Mahmud,” ujar Ketua Pengurus Masjid Al-Mahmudiyah H Imron Daud Fathony.



Beliau juga nambahin, kalau nama Al-Mahmudiyah ini terbilang baru. Awalnya masjid Suro ini tak punya nama. Lalu Kiagus H. Matjik Rosad, cucu dari Kiagus H Khotib Mahmud mengusulkan nama Al-Mahmudiyah ini, hingga akhirnya jadilah nama Al-Mahmudiyah.



Pada 1932, menara mesjid selesai didirikan. Uniknya, di belakang mesjid terdapat sumur untuk berwudlu yang selesai dibangun tahun 1929 M. “Banyak orang percaya dan meminta air sumur untuk dijadikan obat,” tukas H Imron.





Katanya lagi, Masjid benuansa klasik ini ternyata punya sejarah yang dramatis juga, lho. Ketika masjid selesai dibangun, Ki Delamat dipanggil oleh Residen Belanda dan diperingatkan supaya masyarakat nggak boleh lagi melaksanakan sholat lima waktu dan sholat Jumat di masjid ini.



1312287650788657181

Masjid Al-Mahmudiyah yang bernuansa klasik di kawasan 30 Ilir yang lebih dikenal dengan Masjid Suro. (Foto; Dok Pribadi)





Bahkan akhirnya, Ki Delamat diperintahkan buat meninggalkan Kota Palembang, karena ajarannya dianggap membahayakan Pemerintah Belanda. Ki Delamat wafat di Dusun Serika dan dimakamkan di Masjid Babat Toman, Musi Banyuasin.



Tetapi semasa hidupnya, Ki Delamat pernah meminta bila ia wafat dimakamkan di Masjid Suro. Akhirnya, makam jenazah dipindahkan ke Masjid Suro (al-Mahmudiyah) di belakang mimbar khatib.




Mendengar hal ini, Residen Palembang marah dan memerintahkan agar makam Ki Delamat dibongkar. Makam Ki Delamat akhirnya kembali dipindahkan ke Pemakaman Jambangan belakang Madrasah Nurul Falah, 30 Ilir.



Well, selain tiga mesjid tadi, Palembang juga punya masjid-masjid bersejarah lain, kayak Masjid Lawang Kidul (dibangun oleh Ki Merogan) di daerah 5 Ilir, dan Mesjid Sungai Lumpur di Kampung 12 Ulu. Kalau diperhatiin nih, arsitektur mesjid-mesjid tua di Palembang bisa dibilang mirip dengan Mesjid Agung. Bedanya cuma dari segi ukuran aja.



Kita sudah telusuri sejarah tiga mesjid tertua di Kota Palembang. Kalau kita cermati, tiga masjid ini dan masjid-masjid tua lainnya di Palembang letaknya berada di sepanjang aliran Sungai Musi. Ini jadi bukti kalau Sungai Musi penting banget dalam sejarah penyebaran Islam di masa lalu.

Rizqi Nurmizan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar