Melawat ke Benteng Jepang di Ujong Blang




Pantai Ujong Blang. Di sinilah saya berada kini. Ombak berkejaran dan berlomba-lomba menghantam tanggul penahan yang mencegahnya tumpah ruah ke jalan yang jaraknya hanya beberapa meter.

Dari sini, cerobong-cerobong dan tangki gas PT Arun terlihat di kejauhan, membayang diantara para nelayan yang sedang melempar jaring di tengah laut.


Terletak di kota Lhokseumawe, Pantai Ujong Blang ramai dikunjungi warga di setiap akhir pekan. Ada yang ingin menikmati semburat matahari pagi, ada pula yang sekedar menghibur diri sambil mendengar kecipak air laut menabrak tanggul ombak. Pantai Ujong Blang terhampar dari muara sungai Cunda (Kuala Cangkoi) yang meliputi empat wilayah desa: Desa Ujong Blang, Ulee Jalan, Hagu Barat Laut, dan Desa Hagu Tengah.




Lhokseumawe memang dikelilingi laut. Jika diartikan, kata 'lhok' bisa berarti dalam, teluk, atau palung laut. Sedangkan 'seumawe' bermakna air yang berputar-putar atau pusat mata air pada laut sepanjang lepas pantai.


Selain pesona pemandangan laut, tak banyak yang tahu Ujong Blang juga merekam jejak sejarah. Di sana, berdiri kokoh sebuah benteng peninggalan Jepang. Bunker tentara Jepang itu tersebar di enam lokasi pesisir pantai Ujong Blang. Bunker pertahanan tentara Jepang di pesisir pantai Ujong Blang, letaknya terpisah-pisah antara satu bunker dengan bunker lainnya.




Bentuk benteng peninggalan Jepang itu tidak semegah Tembok Besar Cina. Ukurannya kira-kira hanya 2x3 meter. Benteng yang berkontruksi beton tersebut itulah tempat pertahanan Pasukan Jepang yang mendarat ke Aceh sekitar tahun 1942-1945.



Mengarah ke lepas pantai, benteng itu dilapisi dengan beton yang kuat sehingga sangat tangguh walau digempur dengan terpedo sekalipun. Jepang memang dikenal jago dalam hal membangun pertahanan. Hampir di setiap tempat yang pernah disinggahi, 'saudara tua' itu membangun benteng, bahkan menggali lubang di bawah tanah, serupa tikus membuat lubang persembunyian dari kejaran musuh.


Sayangnya, benteng di tepi laut Ujong Blang itu kini tak terawat. Keberadaannya semakin mengkhawatirkan. Padang ilalang tumbuh liar di sekitar Benteng. Bahkan, sebagian lokasi tempat berdirinya benteng tersebut telah dikuasai oleh masyarakat setempat, karena Pemerintah setempat kurang respon terhadap peninggalan sejarah itu.




Dapat ditebak, masyarakat yang setiap hari libur bertamasya ke Pantai Ujong Blang banyak yang tidak mengetahui Benteng peninggalan Jepang itu, karena Benteng yang terletak lebih kurang 4 kilometer dari pusat Kota Lhokseumawe terbiarkan begitu saja, seperti kebanyakan tembok-tembok tua yang seakan-akan tidak memberi makna apapun.



Selain bungker, di Lhokseumawe juga terdapat gua peninggalan tentara Dai Nippon yang terletak di Cot Panggoi atau tidak jauh dari lokasi pabrik pencairan gas alam PT Arun NGL.



Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata, dan Kebudayaan Kota Lhokseumawe, Miswar, pernah berjanji akan memugar Benteng peninggalan Jepang, dan gua peninggalan tentara Dai Nippon tersebut, untuk melestarikan peninggalan sejarah dan menjadikannya sebagai objek wisata. Namun, sampai sekarang belum ada tanda-tanda akan dipugar.



Padahal, bangunan sejarah ini sangat penting keberadaannya bagi generasi penerus bangsa sebagai sumber ilmu pengetahuan bahkan juga bisa menjadi potensi wisata daerah yang ujung-ujungnya akan menguntungkan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.




Peninggalan sejarah di Pulau Pinang, MalaysiaPulau Pinang di Malaysia, misalnya, hingga hari ini masih merawat bangunan-bangunan tua peninggalan Inggris. Karena itu pula, pulau ini menjadi salah satu World Heritage, kota warisan sejarah dunia dan hampir tak pernah sepi dikunjungi wisatawan mancanegara.



Andai saja pemerintah Lhokseumawe mengikuti jejak Pulau Pinang, bukan tak mungkin akan menyedot wisatawan dari Jepang yang dikenal gemar mengunjungi lokasi bersejarah warisan pendahulunya yang terserak di negara-negara lain.



Tapi, di tepi pantai Ujong Blang, benteng peninggalan Jepang itu kini hanya seonggok tembok yang berteman debur ombak dan padang ilalang. Ya, tak lebih dari itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar