Ali Syariati bukanlah orang yang anti-agamawan

Dalam wawancara dengan harian Kaihan pada peringatan lima tahun wafatnya Ali Syariati, Rahbar berkata,”Berlawanan dengan yang dikatakan orang-orang, Syariati bukanlah orang yang antiagamawan, bahkan dia orang beriman yang meyakini risalah kaum agamawan. Menurutnya, keberadaan mereka adalah sebuah keniscayaan.”
Menurut kantor berita Fars, Ayatullah Khamenei dalam wawancaranya dengan harian Kaihan pada peringatan lima tahun wafatnya Ali Syariati, membahas tentang pandangan dan aspek-aspek kepribadian cendekiawan ini. Wawancara ini dilakukan pada tanggal 30 Khordad 1360 HS.
Kaihan: Mengingat hubungan dekat Anda dengan Dr. Syariati, sudikah Anda berbicara dengan kami tentang kepribadiannya?
Rahbar: Ya, sebisa mungkin saya akan berbicara tentang kepribadian Syariati; figur yang selama ini menjadi objek banyak pembicaraan dan rumor masyarakat. Berbeda dengan anggapan banyak orang, saya berpendapat bahwa Syariati adalah orang yang terzalimi. Pelakunya adalah para pendukung dan penentangnya. Salah satu keanehan zaman, atau juga keajaiban Syariati, bahwa para pendukung dan penentangnya seolah sepakat untuk membiarkan figur ini tetap misterius. Ini adalah sebuah kezaliman terhadap Syariati. Para penentang Syariati berpegang pada sejumlah kekeliruannya, hingga menyebabkan mereka tak bisa melihat sisi-sisi positif dalam dirinya. Benar bahwa Syariati pernah berbuat keliru dan saya tidak mengklaim bahwa itu kekeliruan kecil. Tapi saya menyatakan bahwa selain hal-hal yang kita sebut sebagai kekeliruan Syariati, ada pula keutamaan dan kemuliaan pada dirinya. Jadi, suatu kezaliman jika kita menutup mata dari keutamaannya dikarenakan kekeliruannya.
Saya ingat saat klimaks perjuangan, yang merupakan tahap-tahap akhir berbagai rumor tentang Syariati, Imam Khomeini menyinggung kondisi dia dan kontroversi seputar dirinya, tanpa menyebut namanya secara langsung. Kaset berisi pidato Imam datang dari Najaf dan berperan dalam meredakan kontroversi. Dalam pidato itu, tanpa menyebut nama Syariati, Imam berkata,”Tidak benar jika kita mengecam seseorang hanya karena empat kekeliruan dalam bukunya.” Imam mengajarkan sikap yang tepat dalam menghadapi tiap figur, bukan hanya figur Dr. Syariati saja. Mungkin saja dia memiliki kekeliruan dalam sebagian masalah-masalah fundamental ajaran Islam, seperti tauhid, kenabian, atau selainnya. Tapi semestinya hal ini tidak mendorong kita mengenal Syariati dari sisi negatifnya saja. Ada banyak kelebihan dalam diri Syariati, yang tidak bisa saya sebutkan sekarang, sebab saya telah menyinggung sejumlah kelebihannya dalam dua wawancara lain.
Terkait para pendukung Syariati, kezaliman mereka terhadapnya tak lebih ringan dari para penentangnya, bahkan mungkin lebih berat. Alih-alih menjelaskan sisi-sisi positif Syariati, mereka justru melawan para penentangnya. Mereka berupaya memperlihatkan dirinya sebagai seorang figur mutlak dan tidak mau mengakui sekecil apapun kekeliruannya. Dengan kata lain, mereka berusaha mengemas perselisihan mereka dengan para ruhaniawan atau pemikir filosofis Islam dalam bentuk dukungan terhadap Syariati. Sejatinya, mereka menjadikan Syariati benteng untuk menyerang keruhaniawanan, atau secara umum, para pemikir filosofis Islam. Sikap semacam ini cukup untuk membuat reaksi terhadap Syariati kian keras dan mendorong para penentangnya semakin bernafsu mendiskreditkannya.
Oleh karena itu, mereka yang saat ini berbicara tentang Syariati atas namanya dan pembelaan terhadapnya, sebenarnya justru kian menyudutkan dirinya. Sangat disayangkan bahwa banyak kejahatan yang dilakukan dengan mengusung penyampaian pikiran, penyebaran karya, atau penempuhan jalannya. Kita masih ingat sekawanan pembunuh dan teroris bernama “Furqan” yang menyebut diri mereka sebagai pengikut jalan Syariati. Benarkah Syariati orang yang mendukung teror terhadap tokoh seperti Syahid Muthahhari? Padahal dia selalu menyatakan dirinya mengagumi, bahkan menghormati Muthahhari. Saya sendiri mendengar pernyataan ini darinya. Di sisi lain, orang-orang yang di ranah politik saat ini menentang sebuah kalangan atau aliran, menisbatkan diri mereka kepada Syariati. Termasuk dari mereka adalah sebagian dari kerabat Syariati. Pada hakikatnya, mereka sedang menyalahgunakan nama dan kredibilitas Syariati demi tujuan-tujuan politis. Keberpihakan inilah yang, saya yakin, dampak buruknya setara dengan kecaman para penentang Syariati. Para penentang bisa ditenangkan dengan penjelasan tentang sisi-sisi positif Syariati. Dan jika ada orang keras kepala di antara mereka, ia bisa diasingkan. Namun, tipe para pendukung semacam ini tak bisa disingkirkan dari diri Syariati. Sebab itu, saya berpendapat bahwa Syariati adalah figur yang terzalimi di tengah dua kelompok ini. Bila saya bisa berbuat sesuatu untuk mengatasinya, tentu saya akan melakukannya, mengingat hubungan pertemanan dan persaudaraan di antara kami.
Kaihan: Sejumlah orang berpendapat, biasanya para tokoh terlalu dilebih-lebihkan dan dikultuskan setelah mereka meninggal. Menurut Anda, apakah hal ini juga terjadi pada diri Syariati?
Rahbar: Memang benar bahwa di tengah kalangan tertentu, sebagian sisi kepribadian Syariati terlalu dilebih-lebihkan. Namun di lain pihak, ada pula sejumlah sisi kepribadiannya yang masih belum dikenal. Mungkin ada yang menyebut Syariati sebagai seorang filsuf, pemikir besar, atau peletak dasar pemikiran modern Islam. Seperti yang Anda katakan, ini sesuatu yang berlebihan. Ungkapan semacam ini tidak relevan bagi mendiang Dr. Syariati. Tapi di sisi lain, dia adalah seorang figur yang berusaha mewujudkan kekuasaan Islam. Dia termasuk orang yang menderita jika Islam hanya dinyatakan sebagai aliran pemikiran semata, bukan sebuah ideologi dan kaidah tatanan sosial. Dia berusaha untuk mengenalkan Islam sebagai ajaran penata hidup, sistem sosial, dan ideologi penyelesai masalah kehidupan. Sisi kepribadian Syariati ini masih belum tersentuh dan diketahui sebagaimana yang seharusnya. Anda bisa melihat, jika satu sisi kepribadian Syariati terlalu diunggul-unggulkan kalangan tertentu, masih ada sisi lain dari dirinya yang bahkan tak dikenal sama sekali. Oleh karena itu, menjawab pertanyaan Anda, saya bisa berkata: Ya, ‘penyakit’ ini juga terjadi pada diri Syariati, tapi tidak sepenuhnya, sebab banyak sisi dari kepribadiannya yang bahkan tetap misterius.
Kaihan: Apa peran Syariati dalam hal pemeloporan? Apakah dalam hal ini dia bisa dibandingkan dengan Iqbal dan Sayid Jamaludin (Afghani)?
Rahbar: Tak ada keraguan bahwa Syariati seorang pelopor. Dia yang memelopori pengajaran Islam dengan bahasa budaya generasi baru. Sebelum dia, ada orang-orang yang memahami pemikiran modern Islam seperti dirinya. Namun mereka tidak berhasil menuangkan gagasan-gagasan itu dalam bahasa yang dipahami generasi kita sekarang, atau lebih tepatnya, generasi masa Syariati dulu. Syariati adalah pelopor penjelasan masalah-masalah terbaru yang disingkap Islam modern, masalah-masalah yang sulit dijawab dan dipahami generasi masa itu. Namun, kita tak bisa membandingkan Syariati dengan Sayid Jamal atau Iqbal. Jika ada yang membandingkannya, berarti ia tidak mengenal Iqbal dan Sayid Jamal. Dalam salah satu pertemuan untuk mengenang mendiang Dr. Syariati di Masyhad, mungkin majlis 40 hari wafatnya, si pembicara menyebut dia lebih unggul dari Sayid Jamal, Kawakibi, dan Iqbal. Bahkan ia mengklaim Syariati tak bisa dibandingkan dengan mereka. Saat itu juga, muncul protes dari mereka yang mengenal Syariati dengan baik. Sebab, memuji Syariati tak berarti harus merendahkan para pelopor pemikiran Islam modern yang lain. Sayid Jamal adalah orang yang pertama kali melontarkan ide kembali kepada Islam; yang awal mula mencetuskan gagasan kebangkitan Islam di dunia. Tindakan Sayid Jamal memunculkan tiga gerakan di dunia; Pertama, gerakan pemikiran modern di India, yang merupakan gerakan modern Islam terbanyak. Kedua, gerakan pemikiran modern di Mesir, yang dirintis sendiri oleh Sayid Jamal. Anda tahu bahwa gerakan Islam di Mesir adalah sumber kemunculan kebangkitan-kebangkitan kemerdekaan di Afrika. Tak hanya Mesir saja, pemikiran Sayid Jamal berpengaruh pada kebangkitan di Maroko dan Aljazair, dan secara umum, di Afrika Utara. Gerakan besar seperti ini dimunculkan oleh beliau di Mesir dan, secara keseluruhan, di Timur Tengah. Ketiga, gerakan cendekiawan di Iran. Tiga gerakan pemikiran Islam ini dirintis oleh Sayid Jamal di tingkat Dunia Islam. Beliau adalah pencetus, pencipta, dan pelopor gerakan kembali kepada kekuasaan Islam dan sistemnya. Hal ini jelas tak bisa dipandang sebelah mata. Beliau tak bisa dibandingkan dengan orang lain. Dalam dunia perjuangan politik, Sayid Jamal adalah orang yang pertama kali menjelaskan kekuasaan penjajah kepada muslimin masa itu. Sebelumnya, mereka sama sekali tak mengenal istilah kekuasaan penjajah. Beliau yang pertama kali menyadarkan muslimin di Iran, Mesir, Turki, India, dan umumnya Eropa, Timur Tengah, dan Afrika akan dominasi politik Barat. Anda tahu, saat itu adalah awal masa penjajahan, karena dalam mula penyebarannya, penjajahan tak dikenal di kawasan tersebut dan beliau yang pertama kali mengenalkannya. Ini sesuatu yang tak bisa diremehkan. Perjuangan politik Sayid Jamal tak bisa dibandingkan dengan perjuangan politik siapa pun yang bergerak di sekitar beliau. Tentu di masa kini ada kebangkitan Imam Khomeini, yang meski merupakan lanjutan dari kebangkitan Sayid Jamal, namun pengaruhnya melebihi kebangkitan Sayid Jamal. Ini hal yang tak bisa diragukan. Namun, gerakan pemikiran dan politik Syariati tak bisa dibandingkan dengan gerakan Sayid Jamal.
Terkait Iqbal, dia juga pelopor dua gerakan. Yang pertama adalah gerakan pembebasan dari budaya Barat dan kembali kepada budaya Islam, atau lebih tepatnya, budaya Timur. Inilah sesuatu yang belakangan memunculkan ungkapan-ungkapan seperti westernisasi dan semacamnya di Iran. Anda tahu, gagasan “kembali kepada diri sendiri” yang dilontarkan Dr. Syariati, yang merupakan salah satu bahasan pokoknya, telah dikemukakan Iqbal di India pada tahun 1930, bahkan sebelum itu. Ide kembali kepada Islam dan budaya Timur dilontarkan Iqbal dalam ribuan bait syair bahasa Parsinya empat puluh tahun sebelum Syariati mengemukakannya. Melalui syair-syair ini, Iqbal memunculkan sebuah bangsa, yaitu bangsa Pakistan; sebuah kawasan geografis yang independen. Ini sesuatu yang dipelopori Iqbal dan jelas merupakan sebuah pekerjaan besar. Pekerjaan kedua Iqbal, yang baru disebut tadi, adalah mewujudkan sebuah daerah geografis bernama Islam, sebuah bangsa bernama Islam, dan membentuk pemerintahan Pakistan. Dia adalah yang pertama kali mencetuskan gagasan negara bernama Pakistan dan bangsa muslim di tengah semenanjung. Saya tidak membicarakan kondisi terkini Pakistan dan nasib yang menimpanya pasca para pendirinya; kedekatan Pakistan dengan negara-negara imperialis. Yang saya bicarakan adalah perjuangan dan pemikiran Iqbal dalam masalah ini. Ini adalah sebuah gerakan baru. Iqbal membuktikan bahwa muslimin adalah sebuah bangsa seperti makna sejatinya. Anda bisa melihat ini dalam ucapan dan tulisan Iqbal, yang sebagian darinya telah saya nukil dalam buku “Muslimin dalam Kebangkitan Kebebasan India.” Anda pasti tahu bahwa ini hal besar yang tak bisa dipandang sebelah mata. Tentu saja kita tidak berniat mengecilkan Dr. Syariati. Tapi kita tidak bisa membandingkannya dengan tokoh-tokoh seperti ini. Oleh karena itu, Dr. Syariati sendiri menyebut dirinya ‘bukan apa-apa’ dibanding mereka. Dia menganggap dirinya ‘murid dari jauh’ Iqbal. Lihatlah bagaimana ceramah-ceramahnya tentang Iqbal begitu kental dengan penghormatan terhadapnya. Siapa pun yang mendengarnya dari Dr. Syariati sendiri, pasti akan setuju bahwa pembandingan semacam ini tidak pada tempatnya.
Kaihan:Terkait hubungan emosional dan pemikiran Syariati dengan kaum agamawan, ada beragam pendapat yang berbeda-beda, dan kadang tendensius. Sebagai agamawan yang bersahabat dengan Syariati dan satu pikiran dengannya dalam banyak hal, bisakah Anda menjelaskan hal ini?
Rahbar: Kebetulan ini adalah bagian dari kepribadian Syariati yang masih belum dikenal. Sebelumnya, saya akan menceritakan sebuah kenangan kepada Anda, baru saya menjawab pertanyaan ini. Tahun 1349 HS, saya mengajar tafsir di majlis para pelajar agama di Masyhad. Suatu kali, dalam pelajaran tafsir itu, saya berbicara tentang kaum agamawan. Saya mengemukakan sejumlah pandangan tentang rehabilitasi komunitas agamawan. Ada empat pandangan yang saya asumsikan. Pertama, menghapus kaum agamawan sepenuhnya. Dengan kata lain, kita tak butuh agamawan. Kedua, menerima kaum agamawan apa adanya tanpa perlu dibenahi. Ketiga, mengganti agamawan kini dengan agamawan lain yang memenuhi syarat-syarat yang kita sukai. Keempat, merehabilitasi kaum agamawan. Tentu saja saya menolak tiga pandangan pertama dan memilih pandangan keempat dengan mengajukan argumen-argumen. Saat itu adalah awal munculnya rumor bahwa Dr. Syariati bukan orang beriman dan tidak menyukai kaum agamawan. Saat bertemu dengan Dr. Syariati, saya menukil keterangan saya dalam pelajaran tafsir tersebut dan ia mendengarkan dengan seksama. Ketika saya memaparkan pandangan pertama dan kedua, ia berkomentar bahwa keduanya keliru. Begitu saya mengemukakan pandangan ketiga, dia langsung berkata,”Ini lebih buruk dari yang tadi.”
Anda perhatikan, dia berkomentar itu lebih buruk dan berbahaya dari semuanya. Waktu saya menjelaskan pandangan keempat, dia menanggapi bahwa itu opsi yang terbaik. Berbalik dengan dugaan sejumlah orang, Syariati bukan hanya tidak antiagamawan, bahkan dia meyakini misi agamawan. Menurutnya, agamawan adalah sebuah keniscayaan; sebuah lembaga orisinal, mendalam, dan tak bisa digoyahkan. Jika ada yang menentang mereka, berarti dia antek penjajah. Ini adalah keyakinan dia tentang kaum agamawan. Hanya saja dia berpendapat bahwa figur agamawan tidak menjalankan dengan utuh misi yang mereka emban. Saya akan menceritakan sebuah kenangan lagi. Pada tahun 1347 HS, mendiang Al-e Ahmad datang ke Masyhad. Ada sebuah pertemuan yang dihadiri saya, Al-e Ahmad, Dr. Syariati, dan sejumlah sahabat di Masyhad. Topik tentang kaum agamawan mengemuka di tengah pertemuan itu. Syariati lalu melontarkan kritik terhadap kaum agamawan. Mendiang Al-e Ahmad berkata kepadanya–dia menggunakan ungkapan “hauzah ilmiah”, bukan “agamawan”– mengapa Anda mengkritik hauzah ilmiah? Mari kita juga mengkritik para cendekiawan kita. Mendiang Al-e Ahmad lalu membeberkan sejumlah kritik terhadap para cendekiawan. Dr. Syariati memberi jawaban yang bisa menjelaskan kepada kita pendapatnya tentang agamawan dan lembaganya. Dia berkata, saya mengkritik karena harapan kita terhadap hauzah ilmiah tak sama dengan harapan kita terhadap cendekiawan. Cendekiawan adalah lembaga yang lahir dari budaya Barat. Kita sama sekali tak berharap kepadanya. Namun hauzah adalah lembaga orisinal dan kita banyak berharap kepadanya. Tapi karena harapan ini tidak terpenuhi, maka saya mengkritik. Dr. Syariati berpendapat, kaum agamawan tidak menjalankan misi mereka sepenuhnya. Dia tetap berkeyakinan seperti ini hingga sekitar tahun 51-52 Hs. Keyakinannya berubah setelah dia banyak berhubungan dengan sejumlah agamawan, khususnya agamawan muda. Pada tahun 54-55 Hs, dia berpendapat bahwa mayoritas agamawan telah menjalankan misi mereka. Sebab itu, di tahun-tahun akhir hidupnya, dia tak hanya meyakini lembaga agamawan, tapi juga meyakini orang-orangnya. Tentu saja dia tidak cocok dengan agamawan yang berada di luar batas misi mereka. Dia pribadi sangat mengagumi dan menghormati Imam Khomeini.
Kaihan: Saat ini, kelompok-kelompok kiri dan semi-kiri berupaya mengenalkan Syariati sebagai panutan dan pemimpin mereka. Di lain pihak, kelompok-kelompok probarat, atau liberal, juga menyebut Syariati sebagai milik mutlak mereka. Bisakah Anda memecahkan persoalan yang timbul dari dua klaim ini?
Rahbar: Persoalan ini bisa dipecahkan dengan dua klaim ini, sebab masing-masing dari keduanya menyangkal yang lain.Jadi, bisa disimpulkan bahwa Syariati bukan milik kelompok liberal, juga bukan panutan dan pemimpin golongan kiri. Terkait golongan kiri, harus saya katakan bahwa Syariati jelas termasuk orang yang paling anti-Marxisme dan aliran kiri. Saat Mujahidin (Khalq) mengubah ideologi mereka dan memublikasikan buku berisi ideologi baru mereka, saya dan mendiang Syariati hadir dalam sebuah pertemuan di Masyhad. Di sana, seseorang membela sikap-sikap Mujahidin yang beraliran Marxisme. Syariati ‘menghabisi’ orang tersebut di pertemuan itu, hingga saya pun takjub melihat bagaimana ia begitu anti-Marxisme. Dengan melihat karya-karyanya, Anda bisa melihat penentangannya terhadap ajaran Marxisme. Oleh karena itu, bila golongan kiri mana pun, walau membawa nama Islam, menganggap Syariati bagian dari mereka, berarti mereka cuma beromong kosong. Mujahidin (Khalq) yang saat ini memihak Syariati, adalah kelompok yang paling menentangnya di tahun 51-52. Jadi, bagaimana bisa saat ini mereka menyebutnya sebagai panutan?
Terkait kelompok liberal; orang-orang dari unsur Nehzate Azadi atau unsur politik moderat, yang tidak begitu berani mengambil risiko, mereka memang memiliki tempat tersendiri berkat fasilitas yang dimilikinya. Mereka kerap mengundang Syariati dan beberapa orang lain untuk berbicara di tempat mereka. Di waktu luangnya, Syariati berceramah di sana di hadapan sekitar 50-100 hadirin. Hanya sebatas ini hubungan dia dengan kelompok liberal. Tentu sebagian besar fasilitas disediakan para pelaku pasar yang berhubungan dengan kelompok liberal ini, sementara pemanfaatan politik dan pemikirannya dilakukan para politisi mereka. Syariati sama sekali tak memiliki keterikatan dengan mereka. Andai saat ini dia masih hidup, ia tak akan sejalan dengan mereka. Saat itu dia hanya memanfaatkan fasilitas yang mereka miliki. Sekarang bisa saja tiap kelompok mengaku bahwa Syariat sepaham dengan mereka. Tapi kebenarannya harus diselidiki. Baik kelompok marxis atau yang lain, sama sekali tak punya kesamaan pemikiran dengan Syariati.
Kaihan: Jika Anda melihat Syariati sebagai tahap baru dalam perkembangan pemikiran Islam dan Iran, menurut Anda, apa tahap berikutnya?
Rahbar: Saya bisa menerima Syariati sebagai sebuah tahap. Dalam arti bahwa, seperti yang saya katakan sebelumnya, dia adalah orang yang bisa menjelaskan sebuah ide dengan bahasa yang dikenal oleh generasi masa itu. Saya tidak akan setuju bahwa dia tak memiliki inovasi. Dia melakukan banyak inovasi. Dia adalah sebuah tahap pemikiran. Tahap selanjutnya adalah kita menggabungkan pemahaman Syariati tentang Islam dengan prinsip-prinsip filosofis Islam. Menurut saya, yang akan muncul adalah sebuah tahap baru yang bermanfaat bagi generasi kita. Lebih tepatnya, mari kita gabungkan Syariati dengan Muthahhari, kita menelaah keduanya bersama-sama. Kita wujudkan susunan dari keindahan gagasan Syariati dan kedalaman pemikiran Muthahhari. Saya berpendapat, ini adalah tahap baru yang dibutuhkan generasi kita. (IRIB Indonesia)

wallahualam bissawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar