R.A Kartini Bukan Korban Feodalisme Tetapi Ia Pejuang Kebangkitan Pemikiran Perempuan Indonesia (Telaah Buku “Panggil Aku Kartini” Karya Pramoedya Ana

Mengenal Sosok Kartini Secara Utuh

Anak saya selalu bertanya siapa itu kartini ketika melihat foto R.A Kartini, saya harus berpikir dulu untuk menjelaskannya. Saya bilang kartini wanita pintar dan hebat. Lalu anak berkata bahwa kata ibu guru di sekolah kartini adalah wanita pengagas emansipasi wanita. Kata Ibu guru emansipai adalah perempuan dan laki-laki sama sederajat.

Kartini adalah sosok yang harus lebih dikongritkan ketika generasi muda bertanya. Sosok kongkrit kartini kadang menjadi semakin kabur dengan peringatan-peringatan hari kartini. Sosok Kartini semakin hanya symbol, hari kartini semakin seperti puing-puing kebangkitan pemikiran perempuan. Simbolisasi Hari Kartini semakin lama semakin seperti lukisan kuno yang terpasang di museum.

Terus terang saya baru paham bahwa di mata saya sosok kartini semakin kongkrit ketika kita membaca sebagian surat-surat kartini di beberapa buku, terutama buku karya Pramoedya Ananta Toer berjudul “Pangil Aku Kartini Saja”. Dalam buku tersebut sangat jelas sosok kartini sebagai pribadi yang utuh, sangat humanis, sangat bimbang dan kritis untuk ukuran perempuan pada jamannya. Dalam Karya Pramoedya tersebut tidak saja membuka surat-surat Kartini dalam kumpulan Habis Gelap Terbitlah Terang, tetapi Buku Pram ini mengajak kita menjelajah pemikiran-pemikiran kartini secara utuh.

Banyak penulis perempuan mengatakan bahwa kartini adalah “korban” dari poligami, feodalisme dan budaya. Namun saya kurang sepakat kalau kartini dikatakan korban. Menurut saya kartini adalah simbol perempuan pintar, kritis tetapi tetap menghargai budaya, orang tua dan lingkungannya dengan pemikiran-pemikiran dia yang ke luar dari jamannya.

Kalau dapat disimpulkan bahwa sosok Kartini adalah sosok seorang penulis, pemikir. Kartini sosok perempuan yang sangat peka terhadap lingkungan dan keadaan sekitar. Dalam beberapa buku tentang kartini yang saya baca, saya belum pernah menemukan kata- kata dari Kartini tentang harus ada persamaan kedudukan antara Perempuan dan laki-laki. Ketika Kartini dinikahkan dengan Bupati Remban dia selalu mengatakan bahwa suaminya sangat mendukung niatnya untuk membuka sekolah untuk anak-anak pribumi, suaminya orang yang mendukung segala keinginan kartini. Ini membuktikan bahwa dunia perkawinan bukan akhir dari sebuah perjuangan. Melalui tulis menulis ini Kartini dikenal oleh kalangan pejabat pemerintah Belanda, politikus dan dunia pendidikan di Belanda.

Dalam surat-surat Kartini selalu bercerita tentang penderitaan rakyatnya. Lingkungan kecil (feodalisme), Keunggulan dunia Barat dan Dunia Timur, tentang Ketuhanan termasuk tentang Tuhan dan Akal. Kartini juga menulis tentang Agama Islam, sinkretisme, tentang dunia seni (lukis, musik batik, puisi) dan tentang Cinta serta Egoisme manusia.

Salah satu surat kartini kepada Stella tentang feodalisme adalah:

“Duh, kau akan menggigil, kalau ada di tengah-tengah keluarga pribumi yang terkemuka. Bicara dengan atasan haruslah sedemikian pelannya, hanya orang didekatnya saja bisa dengar. Kalau seorang wanita muda tertawa tak boleh dia buka mulutnya. Begitu juga tentang penghormatan wanita yang lebih tua dari aku..mereka menghormati aku meskipun aku lebih muda, karena aku keturunan ningrat”

Kekaguman Kartini tentang dunia Barat dia dapatkan setelah Kartini banyak membaca Sejarah Eropa (De Vaderlandsche Geschiedenis) bahwa keunggulan sebuah bangsa bukan dari jumlah penduduk atau luas negara tetapi dari Ilmu Pengetahuan.

Kartini bukan saja seorang perempuan yang peka akan penderitaan rakyat tetapi dia selalu peka dan mencari hakikat sebuah spiritual, dia menulis tentang Tuhan dan agama, Di lingkungan yanga sangat Jawa dengan kepercayaan kebatinan Jawa Kartini bahkan berkali-kali ingin sekali mempelajari agama Islam tetapi kesulitan untuk mencari terjemahan dari Al Quran, surat Kepada Stella 1899 beliau:

“Ia melarang para pemeluknya mempercakapkannya dengan orange lain yang tidak seiman. Dan bagaimanapun, aku adalah seorang Muslimat, karena leluhurku beragama Islam. Bagaimana mungki aku bisa mencintai agamaku, kalau aku tidak mengenalnya. Tidak boleh mengetahuinya? Quran terlalu suci untuk diterjemahkan dalam bahasa apapun. Di sini tidak seorang pun mengenal bahasa Arab”

Perjuangan Kartini merupakan sebuah gagasan yang ideal dari seorang perempuan di jaman feodalisme yang kuat. Kartini tidak saja menjadi sosok yang kongrit bagi pergerakan kebangsaan, tetapi kartini juga merupakan seorang bangsawan yang demokratis. Kartini secara kongrit adalah seorang penulis, profesi kongrit itulah yang dimiliki kartini sebagai kekuatan minimal saat itu. Sebagai tugas sosial bagi seorang perempuan. Sastra merupakan kekuatan bagi mereka yang sama sekali tidak memiliki kebebasan.

Melalui buku Pram ini kita dapat menjelajah pemikiran Kartini tidak hanya sebagai perlawanan kepada keadaan tetapi pemikiran kartini tentang kehidupan rakyat, Negara, agama dan posisi perempuan dan tatanan feodalisme. Kartini menikah dalam usia 25 tahun cukup tua untuk menikah pada jamannya namun Kartini mendapat suami bupati Rembang K.R.M Adipati Ario Singih Djojo Adhiningrat yang sangat mendukung keinginan kartini untuk menulis dan mendirikan sekolah bagi perempuan. Kartini berhasi memiliki posisi dan negosiasi yang baik dalam rumah tangga. Pram mampu memberikan perimbangan kepada distorsi yang telah merajalela selama ini terhadap sosok kartini—mulai dari mitosisasi Kartini, hingga reduksi terhadap gagasan-gagasannya.

Semoga hari Kartini ini menyadarkan perempuan bahwa tingkat pendidikan tinggi perempuan belumlah cukup sebagai simbol keluarnya perempuan dari belenggu masalah perempuan sendiri. Tetapi tingkat pendidikan harus mengeluarkan perempuan dari semua permasalahan perempuan kini yang sangat komplek, mulai dari kekerasan rumah tangga, hedonism, perdangangan perempuan bahkan sampai pola asuh anak di bidang psikologis pendidikan yang perlu menjadi perhatian kita.

Ketika perempuan sudah berpendidikan dan pintar sesuai dengan cita-cita Kartini tentu akan bisa bersaing di dunia sosial, ekonomi dan politik secara otomatis. Namun bagian filosofi yang sangat penting bagi perempuan sekarang saya terinspirasi dari buku sastra dan pementasan A Doll’s House karya Henrik Ibsen dengan judul Rumah Boneka. Dalam pentas tersebut pesan yang penting bagi perempuan saat ini adalah setinggi apapun kedudukan perempuan,yang terpenting adalah negosiasi di dalam rumah tangga bersama pasangan. Hal ini di Indonesia sangat penting karena menyangkut kultur, agama dan egoisme pribadi antara perempuan dan laki-laki. Menurut saya ketika perempuan berhasil melakukan negosiasi di dalam rumah tangga bersama pasangan disitulah adanya penghargaan untuk persamaan.

Sekilas tentang buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” (Door Duisternis tot Licht)

Kumpulan surat-surat kartini dihimpun olrh Mr.J.H.Abendanon menurut pramoedya merupakan “one men business”. Buku ini pertama diterbitkan tahun 1911, tahun 1923 mengalami cetak ulang ke-4. Mr.Abedanon seorang yang mendukung politik etis (politik balas budi) di bidang pendidikan menghimpun surat-surat kartini dengan mensensornya sendiri menjadi 105 pucuk surat sebagian besar adalah nota kartini kepada pemerintah Belanda melalui sahabat-sahabatnya tentang kondisi pendidikan di Hindia Belanda. Surat-surat itu hanya mencerminkan pemikirian kartini tentang pendidikan, sosial dan moral, jadi kurang mencerminakan pemikirian kartini secara keseluruhan. Bahkan setelah berdirinya Kartini Fonds..kaum etis di Belanda berlomba-lomba ingin mendirikan sekolah Kartini di Indonesia. Pengumpulan dana di Kartini Fonds sendiri hanya dinikmati oleh Mr,Abendanon dan kelompoknya bukan kepada keturunan Kartini saat itu.

Surat Habis Gelap Terbitlah terang sudah ada diterjemahkan dalam Bahasa daerah saat itu, Dalam bahasa Jawa berjudul Mboekak Pepeteng (Membuka Kegelapan) penerjemah Ki Sastra Suganda diterbikan oleh Kartini Fonds pada tahun tigapuluhan, pengantar lain oleh Dr.Sutomo. Dalam Bahasa Sunda Habis Gelap Terbitlah Terang diterjemahkan oleh R. Satjadibrata dengan judul Ti Noe Pek Ka Noe Tjaang, terbitan Balai Pustaka tahun 1930. Dalam bahasa Melayu buku Habis Gelap Terbitlah Terang ditulis kembali oleh Armijn Pane.

Inspirasi wanita intelektual sebelum R. A Kartini

Sebelum R.A Kartini dan Raden Dewi Sartika lahir di Priangan sudah memiliki seorang perempuan yang fasih berbahasa Belanda, Jawa dan menulis buku bacaan anak-anak sekolah yang diterjemahkan dari bahasa Belanda ke bahasa Sunda. Perempuan itu adalah Raden Ayu Lasminingrat putri dari Penghulu Limbangan sekaligus sastrawan Sunda yaitu Raden Haji Muhamd Musa lahir tahun 1843.

Kemampuan Raden Ayu Lasminingara dalam berbahasa Belanda yang fasil membuat Karel Frederick Holle, seorgan administrator di Perkebunan The Waspada Cikajang memujinya. Pujian itu dinyatakan dalam surat Holle kepada P.J Veth bahwa “anak perempua Penghulu yang menikah dengan Bupati Garut menyadur dengan tepat ceirta-cerita dongeng karangan Grimm, cerita-cerita dari negeri dongeng (Oleg Goeberneur) dan cerita-cerita lain ke dalambahasa Sunda (Moriyama, 2005:244)

Raden Ayu Lasminingrat juga dilibatkan dalam proyek pembuatan buku pelajaran bahasa Sunda dengan total nilai proyek 1200 Gulden. Kaya Christoph von Chmid, Hendrik van Eichenfels, versi Belanda diterjemahkan dari bahasa Jerman tahun 1883. Judul cerita ini menjadi Tjarita Erman yang ditulis dalam aksara Jawa, dicetak 6.015 eksemplar pada tahun 1911

Selanjutnya, tahun 1876, Lasminingrat menulis buku Warnasari atawa Rupa-rupa Dongeng, yang diterjemahkan dari karya Marchen von Grimm dan J.A.A Goeverneur, Vertelsels uit het Wonderland voor Kinderen, Klein en Groot (1872), dan beberpa cerita lainnya, ditulis dalam aksara Jawa. Tahun 1903 dan 1907 terbit edisi dua dan tiga. Tahun 1887, menulis Warnasari, Jilid 2 ditulis dalam aksara Latin, selanjutnya dicetak edisi kedua tahun 1909.

Peran Raden Ayu Lasmingrat dibuktikan dengan didirikannya Sakola Kautamaan Istri tahun 1907, dengan mengambil tempat di ruang gamelan Pendopo Garut. Kemudian seiring dengan pergantian nama Kabupaten Limbangan menjadi Kabupaten Garut Tahun 1913.

Raden Ayu Lasminingrat juga perempuan yang mendukung Raden Dewi Sartika mendirikan Sakola Kautamaan Istri melalui suaminya R.A.A Wiratanudatar III dengan membujuk Bupati Bandung RAA Martanagara soal perijinan dan fasilitas.

Tokoh perempuan di bidang pendidikan yang adalah Dewi Sartika yang lahir tanggal 4 Desember 1884. Anak pasangan Rajapermas dan Raden Somanagara ini sangat gigih untuk mendirikan sekolah buat perempuan Sakola Istri yang berhasil didirikan tahun 1904. Sekolah ini sangat nyata mengajarkan berbagai hal keterampial kepada perempuan dan wawasan. Menurut sejarawan Unpad Nina Herlina Lubis dalam bukunya “Kehidupan Kaum Menak Priangan”, ayah Dewi Sartika diasingkan ke Ternate lantaran dituduh terlibat percobaan pembunuhan terhadap Bupati Bandung dan Pejabat Belanda di Bandung. Sedikit banyaknya perjuangan mendirikan sekolah perempuan mendapat hambatan dari Bupati Bandung yang menganggap Dewi Sartika anak musuh politiknya sehingga peran R.A Lasminingrat untuk mendapat ijin sangat berpengaruh.

Kita juga memiliki perempuan-perempuan hebat di pelosok negeri yang turut memperjuakan kemerdekaan maupun setelah merdeka memiliki posisi penting dalam sosial, ekonomi bahkan politik. Misalnya. Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia, Chistina Martha Tiahahu bersama Kapitan Pattimura, Emmy Saelan mendampingi Monginsidi, serta Roro Gusik bersama Surapati. Lalu ada Wolanda Maramis dan Nyi Ageng Serang yang mengangkat senjata untuk mengusir penjajah hingga perjuagan perempuan hebat SK Trimurti seorang penulis dan jurnalis. SK Trmurti pernah menduduki jabatan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk membentuk pemerintahan Indonesia dan di Dewan Nasional. Setelah SK Trimurti beberapa perempuan sempat menempati jabatan mentri pasca kemerdekaan,

Sumber pustaka:

Pramoedya Ananta Tour. “Pangil Aku Kartini.Saja”. Lantera :2000

Nina Herlina Lubis. “Kehidupan Menak Priangan” (1800-1942). Yayasan Obor: 1998.

Fandy Hutari “Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Perempuan Intelek Pertama” Kompasiana.com

Dahlan Jaelani “Dari R.A Lasminingrat ke Wasta Ai “Pikirian Rakyat “ 23 November 2009

Ummi latifah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar