Wanita Sederhana Gagahkan Majapahit

Setiap daerah pasti memiliki era keemasan, dan setiap era keemasan pasti ada satu bintang yang membuatnya cerah. Sama halnya dengan era keemasan Majapahit, terdapat seorang penentu yang mengambil peran utama di balik kejayaanya. Kebanyakan orang mengenal Raden Wijaya, Jayanegara, atau bahkan Mahapatih Gajahmada yang turut ambil bagian dalam kesuksesan Majapahit. Namun jika lebih diteliti lagi mereka hanyalah bagian dari kesuksesan itu. Memang benar, nama-nama kesatria gagah ini sering muncul laksana pahlawan dalam membentuk kejayaan Majapahit. Namun dibalik keperkasaanya, ada sosok wanita lembut yang peranya justru jauh lebih besar karena dialah yang membimbing kesatria besar ini menuju tujuan Majapahit yang mulia. Wanita yang namanya jarang bahkan tidak pernah sama sekali melintas di telinga kita.

Dialah Gayatri Rajapatni, istri Raden Wijaya, anak dari Kertanegara, ibu dari Ratu Tribhuwana, dan mentor dari Mahapatih Gajahmada. Gayatri, wanita cantik, cerdas, dan penuh kasih dari Tumapel adalah anak Raja Kertanegara, penguasa terakhir Singhasari. Mewarisi kecantikan buyutnya yaitu Kendedes, aura Gayatri selalu terpancar menenangkan dan penuh kecerdasan. Kemahirannya dalam bidang teater, hukum, tata negara, dan ahli strategi menjadikannya orang yang paling suka diajak berunding oleh ayahnya. Salah satu cita-cita sang ayah adalah mewujudkan persatuan dan kesatuan. Namun hingga wafat, Kertanegara belum mampu mewujudkannya.

Gayatri memegang teguh dalam mewujudkan cita-cita luhur sang ayah ini. Usahanya untuk bertahan hidup disaat Singhasari dikalahkan Kediri dan belajar dari ilmu yang diwariskan sang ayah, nampaknya mampu meluluhkan hati pangeran Wijaya, kakak iparnya.

Raden Wijaya berjanji akan menikahinya ketika kelak ia menjadi raja. Janji seorang pangeran tampan ini ditepati setelah dia berhasil menumpas kerajaan Kediri dan memukul balik passukan Mongol yang menyerang Jawa saat itu. Bertempat di khawasan hutan tarik, yang terkenal dengan buah maja yang pahit, jadilah Wijaya dinobatkan sebagai raja di sana dan dengan segera mempersunting gayatri yang saat itu berumur sekitar 19 tahun. Cita-cita luhur ayahnya dia utarakan pada suaminya, dan mereka berdua membangun Majapahit dengan pesat. Kebahagiaan mereka nampaknya tidak berlkangsung lama, karena Raden Wijaya wafat di usianya yang masih 46 tahun. Kini giliran putranya, yaitu Jayanegara yang menjadi raja. Dengan tangan besi dan semena-mena, Jayanegara memerintah Majapahit. Tentu pembrontakan adalah buah yang terjadi akibat perbuatannya. Untungnya masih satu ada hal yang tepat dilakukan oleh Jayanegara, yaitu mengangkat Gajah Mada sebagai panglima perang. Mada yang sangat keras dan sangat cerdas ini, mampu menumpas setiap pembrontakan. Namun bukanya malah surut, pembrontakan malah semakin meluas. Gayatri tidak diam melihat hal ini, dia secara tidak langsung mempersilahkan Gajah Mada untuk mengakhiri nyawa sang raja biadab itu. Setelah Jayanegara meninggal, Tribhuwana ditunjuk menjadi Ratu Majapahit. Dengan bimbingan sang ibu, yakni Gayatri, Tribhuwana mengembalikan Majapahit pada kejayaanya.

Gajah Mada yang hebat memiliki mental yang masih labil. Sebagai Patih, dia sangat keras kepala dan bandel. Maka dengan penuh kesabaran, Gayatri membimbing Mahapatih ini agar selalu berpikir dan menggunakan akal yang disertai perasaan dalam bertindak. Alhasil, Gajah Mada mampu menjadi Mahapatih yang dipercaya dan bahu membahu dengan Ratu Tribhuwana serta Gayatri demi membangun Majapahit. Ratu Tribhuwana memiliki putra yang bernama Hayam Wuruk. Gayatri berpesan padanya agar kelak Hayam Wuruk harus menjadi raja dan mewarisi sifat kakeknya, yakni Raden Wijaya. Lewat petuah-petuah neneknya ini Hayam Wuruk menjadi Raja yang bijaksana, serta mampu mengembangkan Majapahit menjadi lebih maju. Khususnya dalam bidang kesenian dan kebudayaan.

Tidak ada gading yang tak retak, hal inilah yang juga terjadi pada Gayatri. Dia wafat di usia ke 76 tanpa sekalipun diketahui oleh masyarakat bahwa dialah yang berperan besar dalam membangun kerajaan Majapahit. Dia tidak mengejar gelar dan penghargaan, karena dalam usia senjanya dia ingin mengabdikan diri sebagai Bhiksuni.

(terinspirasi dari buku Earl Drake berjudul Gayatri Rajapatni)

Yustinus Ardi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar