Laporan: Teguh Santosa
RMOL. Hasil rembug para ahli yang dilakukan di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Arkenas) hari Kamis lalu (29/3) antara lain memutuskan pembentukan tim terpadu lintas ahli untuk meneliti lebih lanjut piramida Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat.
Hal itu disampaikan salah seorang peneliti yang juga Asisten Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB) DR. Didit Ontowriyo kepada Rakyat Merdeka Online, Sabtu siang (31/3).
Didit juga membantah berita di harian Kompas edisi hari ini yang disebutnya cukup manipulatif karena menyatakan bawa pertemuan di Puslit Arkenas itu menjadi antiklimaks.
“Pertemuan di Puslit Arkenas sangat positif karena terjadi pertukaran pengetahuan dan pandangan dari bidang ilmu masing-masing. Namun para peserta terutama yang berbasis ilmu sosial masih perlu waktu untuk beradaptasi dengan revolusi teknologi di dalam ilmu arkeologi,” ujar Didit.
“Arkeolog senior di Indonesia sekalipun belum beradaptasi dengan revolusi tersebut. Termasuk geolog senior seperti Sujatmiko sekalipun,” sambungnya.
Menurut Didit, banyak arkeolog Indonesia yang menyandarkan pengetahuan dan penemuan mereka pada karya Thomas Raffles, Gubernur Inggris yang berkuasa di Nusantara antara 1811 hingga 1816, atau karya-karya arkeolog asing lainnya.
Sementara penemuan masyarakat awam yang biasanya dilakukan tanpa sengaja, misalnya saat mencangkul sawah, selalu diabaikan.
“Selama ini mind set itu mendominasi para arkeolog sehingga saat Tim Katastropik Purba memaparkan hasil riset yang tidak lumrah terjadi perdebatan bahkan penolakan. Hal itu terjadi karena metode baru ini belum menjadi metode arkeologi Indonesia,” masih katanya.
Didit juga mengatakan, banyak para ahli di negara-negara maju yang sudah mencari peninggalan-peninggalan bersejarah di bawah lapisan bumi. [guh]
Tim Katastropik Purba Akan Lanjutkan Core Drilling Di Gunung Padang Dan Sadahurip
Sabtu, 31 Maret 2012 05:15
AddThis Social Bookmark Button
Hasil rembug gunung padang yang dilakukan puslit Arkenas tangal 29 Maret lalu salah satunya adalah pembentukan tim terpadu lintas ilmu untuk penelitian lebih lanjut soal piramida gunung padang.
Tidak seperti yang ditulis Kompas (sabtu, 31 maret 2012) yang pemberitaannya sangat manipulatif seolah-olah pertemuan itu anti klimaks, Pertemuan di puslit arkenas sangat positif, karena berbagai pengetahuan saling bertukar pandangan dari bidang ilmu masing-masing.
Namun para peserta terutama yang berbasis ilmu sosial masih perlu waktu untuk beradaptasi dengan terjadinya revolusi teknologi di dalam ilmu arkeologi.
Arkeolog senior di Indonesia sekalipun belum beradaptasi dengan revolusi tersebut, bahkan geolog senior seperti Sujatmiko sekalipun.
Para arkeolog Indonesia menemukan situs masih menyandarkan pada sisa-sisa temuan Rafles dan arkelog asing serta temuan dari inisiatif masyarakat misalnya saat memacul menemukan situs.
Selama ini mind set itu mendominasi para arkeolog sehingga saat Tim katastropik purba memaparkan hasil riset yang tidak lumrah digunakan para arkeolog terjadi perdebatan bahkan penolakan, hal itu terjadi karena metode baru ini belum menjadi metode arkeologi indonesia.
Berbeda dengan negara-negara lain yang mulai mencari situs-situs bersejarah yang berada di bawah lapisan bumi.
Tim katastropik purba membawa paradigma baru menjawab kesulitan dalam memetakan situs purba atau benda prasejarah yang terkubur di perut bumi.
Kini pekerjaan menjadi lebih mudah. Itu berkat gadget dan teknologi canggih, seperti pencitraan satelit, pemetaan laser udara, geolistrik, georadar, pemetaan 3D dan lain-lain.
Magnetometer dapat membedakan logam yang terkubur, batu, dan bahan lain berdasarkan perbedaan medan magnet bumi.
Tanah survei resistivitas mendeteksi obyek berdasarkan perubahan dalam kecepatan arus listrik.
Saat ini perkembangan Teknologi bahkan mampu menjawab kekhawatiran kerusakan penggalian situs.
Bantuan teknologi akan mengetahui lebih banyak sebelum kita masuk ke situs itu, seperti ahli bedah yang menggunakan CT scan dan MRI.
Namun kemajuan teknologi tidak akan menghilangkan kebutuhan utama melakukan eskavasi.
Walaupun sebagai uji sampling, pengeboran adalah salah satu metode ilmiah yang membantu menjawab sebagian hipotesa yang menggunakan teknologi.
Tim Katastropik purba dalam waktu dekat akan akan melakukan pengeboran di beberapa titik sebagai survey lanjutan di piramida gunung padang dan secara prinsip sudah disetujui oleh puslit arkenas.
Langkah ini dilakukan secara paralel dengan pembentukan tim terpadu yang digagas wamedikbud.
Selain itu tim katastropik purba sedang menimbang untuk segera melakukan pengeboran di lokasi yang banyak dinanti orang yaitu gunung Sadahurip.
Sekali lagi, pengeboran yang dimaksud bukanlah pengeboran seperti pengeboran minyak dan gas, tetapi pengeboran untuk ambil uji sampling di beberapa titik tertentu, demikian penjelasan yang disampaikan oleh DR Didit Asisten SKP-BSB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar