Ada struktur sosial yang timpang, dimana manusia diperlakukan berdasarkan garis keturunan, kekuasaan dan harta kekayaannya. Ada penindasan antar sesama, dimana budak belian dianggap sah diperlakukan apapun oleh mereka yang memilikinya. Tak ubahnya kepemilikan barang yang tidak memiliki sedikitpun hak kemerdekaan. Kecuali, hanya dimanfaatkan dan diperjualbelikan sesuka hati mereka yang memilikinya
Ada penistaan terhadap kaum perempuan, dimana mereka diperlakukan tidak sama sebagaimana manusia laki-laki yang dianggap memiliki hak yang istimewa dan berlebih. Kelahiran bayi perempuan dianggap sebagai sebuah aib keluarga sehingga pembunuhan atas mereka dianggap sebagai sesuatu hal yang biasa saja. Kaum perempuan hanya menerima keputusan dari kaum laki-laki, harus siap diperlakukan apapun, termasuk dikawini secara poligami yang hampir tanpa batas.
Kemiskinan menjadi fenomena yang biasa saja, sebagai akibat ketimpangan dari struktur sosial ekonomi yang tidak adil. Perilaku curang dalam praktek jual beli barang merupakan sesuatu yang dianggap dapat dibenarkan. Pengabaian atas mereka yang lemah dan miskin dianggap sebuah kewajaran belaka, di tengah sistem masyarakat yang memuja kebendaan dan kemewahan duniawi.
Kebanggaan kelompok menjadi ikatan yang semu sebagai wujud persaudaraan yang mengagungkan atas nama garis keturunan dan kabilah yang sempit. Sistem masyarakat yang timpang, kemudian seolah memperoleh pembenaran dari sistem kepercayaan yang dibangun, yang secara simbolik terwujudkan dalam bentuk patung-patung berhala yang saat itu mengelilingi Ka’bah. Maka, sempurnalah sudah, sebuah sistem masyarakat yang tidak adil, zalim, dan tidak beradab dengan berbalut klaim atas nilai-nilai ketuhanan yang timpang.
Muhammad tampil sebagai sosok pimpinan yang berupaya memberikan penyadaran atas masyarakatnya yang timpang. Misi ilahiah dalam kerasulan dirinya, tak lain adalah perubahan sosial, berupa penolakan atas segala bentuk ketimpangan sosial tersebut. Ajaran tauhid yang mengajak pada kemurnian dalam mengesakan Tuhan direfleksikan secara langsung dalam kehidupan konkret masyarakatnya di atas moral yang tinggi, agar berlaku adil, berbuat baik, mengajarkan persamaan antar sesama umat manusia, menebar perdamaian dan manjalin persaudaraan yang sejati.
Kesadaran kolektif, berupa gugatan dan kritik atas kondisi masyarakat yang tidak adil merupakan esensi dari gerakan perpindahan atau hijrah mereka dari Makkah ke Madinah, 1433 tahun yang lalu menurut kalender bulan (lunar). Ketika ajakan atau seruan kepada nilai-nilai ilahi yang adil dan benar melahirkan berbagai reaksi tindakan yang bersifat represif dari masyrakatnya sendiri, maka hijrah merupakan wujud nyata dari sebuah keteguhan sikap dan keyakinan baru yang tidak kenal kompromi. Sejarah mencatat bahwa nilai-nilai moralitas yang tinggi mampu dipegang teguh oleh sekelompok masyarakat yang ingin keluar dari sistem sosial yang timpang dan menindas atas sesama.
Keyakinan atas sikap yang benar dan adil inilah yang merupakan esensi dari ajaran tauhid dalam Islam, sehingga melahirkan peristiwa hijrah pertama, yang kemudian dijadikan patokan sebagai pertanda awal dimulainya tahun baru Islam, 1 Muharam 1 Hijriyyah. Pada awal-awal kelahirannya, ajaran Islam memang merupakan ajaran konkret yang dinamis atas sebuah gagasan mengenai sistem masyarakat baru yang adil dan beradab. Bukan, sebuah ajaran mengenai serangkaian ritus keagamaan, yang sebenarnya baru berkembang setelah gagasan baru yang berakar pada ajaran tauhid mulai tumbuh secara memadai di masyarakat Madinah.
Jadi, apa yang dapat kita catat dari tahun baru Hijriyyah? Hijrah, jelas merupakan bagian dari penggalan sejarah perjuangan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Muslim. Bahkan, hijrah dapat dianggap pula sebagai bagian dari perjuangan atas nilai-nilai kemanusiaan universal yang berlaku hingga sekarang. Sejarah akan terus mencatat dengan tinta emas, bahwa hijrah adalah tonggak sejarah yang teramat penting dan revolusioner dalam membangun sebuah peradaban umat manusia adil, penuh kedamaian dan persaudaraan sejati. Dalam konteks inilah, umat Islam telah memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi peradaban dunia sepanjang masa.
Umat Islam telah mempertunjukkan sebuah peristiwa bersejarah yang sangat berharga bagi umat manusia. Sudah sepatutnya, sebagai bagian dari masyarakat yang membenarkan atas ajaran tauhid, kita bisa terus menghayati dan mengamalkan pesan penting dari sejarah mengenai hijrah tersebut. Semoga, bangsa Indonesia pun dapat memetik hikmah dari peristiwa hijrah. Bahwa kebenaran, keadilan, perdamaian dan persaudaraan harus selalu kita tegakkan di tengah-tengah masyarakat.
Selamat tahun baru Islam, 1 Muharam 1433 Hijriyyah.
Sri Endang Susetiawati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar