Berita tentang kematian Sang fuhrer di Indonesia menurut kesaksian dr. Sosro Husodo itu memang sempat menggegerkan masyarakat dunia, khususnya di Indonesia, bagaimana tidak. Sang Fuhrer yang dianggap demagog sebagai orator, hebat dalam perperangan dan juga pemimpin tertinggi Jerman yang sempat menguasai 1/3 benua eropa tersebut ternyata memilih negara yang mungkin tidak pernah terbayangkan olehnya untuk menjadi tempat peristirahatan terakhirnya.
Hal ini memang masih menjadi sebuah misteri tersendiri dikarenakan Sang Fuhrer yang selama ini ditulis oleh sejarah ialah, Sang Fuhrer tewas di Jerman 1945 di dalam bunker yang menjadi tempat pertahanan dan persembunyiannya melalui cara menembakan diri dengan pistol yang dimilikinya, setelah ia mengetahui posisinya yang telah dikepung oleh pasukan sekutu yang menentangnya. Tindakan bunuh diri yang dilakukan olehnya mengindikasi bentuk arogansinya sebagai seorang pemimpin layaknya seperti yang dilakukan para kesatria Jepang apabila mereka melakukan kesalahan atau mengalami kekalahan mereka akan melakukan ‘Hara kiri’ sebagai tindakan untuk mempertahankan harga diri. Ia enggan dikritik, diprotes, apa lagi diadili. Namun bicara tentang beberapa fakta yang terungkap tentang kematiannya bahwa ia melarikan diri kenegara-negara berkembang seperti Argentina, Chili, Brazil, dan Indonesia sempat menimbulkan berbagai interpretasi, salah satunya ialah ia telah menanggalkan segala bentuk arogansinya sehingga negara dunia ketigalah—menurut Ian roxborough dalam teori keterbelakangan—yang ia pilih untuk menjadi tempat persembunyiannya hingga akhir hayat tanpa memperdulikan Ich bin Fuhrer.
Menurut kesaksian dr. Sosro Husodo di masa tuanya Sang Fuhrer menyamar dengan nama samaran dr. Poch dan bekerja sebagai dokter di Sumbawa tepatnya di provinsi Jawa Timur. Menurut dr. Sosro Husodo dimasa tuanya Hitler banyak sekali membantu orang dan terlibat dalam berbagai kegiatan sosial. Apa yang dilakukan Sang fuhrer tentu saja berbanding terbalik dan merupakan antitesis dengan apa yang dilakukannya ketika ia menjadi seorang Pemimpin Jerman, dengan sepak terjangnya ia terkenal sangat kejam dengan membantai ribuan bahkan puluhan ribu orang Yahudi yang sangat ia benci tanpa memperdulikan bersalah atau tidaknya orang-orang tersebut. Menurut fakta yang terungkap melalui buku catataannya, Sang fuhrer diakhir hayatnya hidup dalam keadaan buron, khususnya oleh orang-orang Yahudi sebagai suatu tindakan untuk membalas dendam terhadapnya atas apa yang dilakukan olehnya terhadap orang-orang Yahudi tersebut. Terlepas dari itu semua Sang Fuhrer telah menentukan jalan hidupnya sehingga meminjam istilah yang dikemukakan oleh Cak Nur “berakhir dalam keadaan Khusnul Khotimah” sebagai manusia tentunya ia tidak pernah luput dari berbagai kesalahan masa lalu, tetapi kesalahan bukan untuk disesali dan ditangisi tetapi dijadikan suatu hal untuk dikoreksi dan diperbaiki dimasa depan sehingga ada Firman Allah yang berbunyi wal tandzur nafsumu maqaddama li ghadin.
Suftiyano Syukri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar