Nilai Tersembunyi dalam Kisah ‘Qurban’

13205532112095164672

Di Indonesia, hari raya ummat muslim yang kita sebut I’dul Adha sering juga di kenal Lebaran haji atau lebaran kurban. Pada hari ini jutaan ummat muslim merayakan Haji ke Makkah Baitullah dan juga memotong kurban yang biasanya berupa unta, domba, kambing, sapi ataupun kerbau.

Beragam nilai luhur yang bisa kita dapatkan di hari ‘spesial’ ini. Dari segi moral ada nilai kasih sayang. Sedangkan dari segi sosial ada nilai berbagi kepada sesama. Serta masih banyak yang lainnya. Namun sebagian dari kita terlupa tentang nilai tersembunyi yang tersirat dari sejarah berkurban. Yakni nilai kebijaksanaan dan keikhlasan seorang ayah serta kepatuhan seorang anak.

***

Kisah itu berawal dari nabi kita Ibrhim.as yang mendapatkan wahyu dari Penciptanya, yaitu Allah Azza wa Jalla. Dalam tidurnya, ia mendapatkan sebuah mimpi bahwa ia di perintahkan untuk mengorbankan anaknya, yakni Ismail.as.

Coba kita berfikir sejenak, jika kita yang ada di posisi nabi Ibrahim.as sebagai seorang ayah, apakah kita akan rela mengorbankan anak kita dengan menyembelih lehernya? Saya rasa sebagian besar ayah akan keberatan untuk melakukannya. Karena yang akan di sembelih adalah anak kita sendiri, darah daging kita.

Tapi tidak dengan nabi Ibrahim.as. Karena sosoknya yang di percaya sebagai kekasih-Nya, ia pun berusaha untuk selalu taat pada perintah-Nya. Inilah yang di sebut takwa. Yang lebih hebat lagi adalah cara nabi Ibrahim.as menyampaikan mimpinya kepada aaknya semata wayangnya saat itu, yakni Ismail.as. Bukan dengan cara yang otoriter ia melaksanakan peritah-Nya. Tapi dengan bijak ia menyampaikannya, yaitu dengan menanyakan pendapat Ismali.as tentang mimpi ayahnya.

“Ya anakku, sesungguhnya aku mendapatkan mimpi dari Allah bahwa aku di perintahkan untuk menyembelih mu. Bagaimana pendapat mu wahai anakku?”

Ini adalah sesuatu yang di luar logika seorang manusia. Bagaimana mungkin seorang ayah hendak menyembelih anaknya dengan bertanya terlebih dahulu, sedangkan kita yakin anak kita masih menghendaki kehidupan di dunia ini? Itulah ibadah. Sebuah ketaatan hamba yang luar biasa pada Tuhannya.

Di sisi lain, nilai ketaatan pada orang tua tersirat dalam jawaban nabi Ismail.as pada ayahnya.

“silahkan ayah, jika itu memang perintah Allah. Semoga kita di jadikan orang-orang yang selalu taat dan bersabar karna-Nya.”

Sekali lagi kita menemukan hal yang di luar dugaan. Seorang anak yang saat itu berusia sekitar 6 – 12 tahun, merelakan dirinya untuk di sembelih hingga ia meninggalkan dunianya. Ini adalah sesuatu yang dahsyat memecahkan logika. Namun itulah perintah-Nya. Demi ketaatan pada Tuhannya, iImail.as pun patuh dan taat pada ayahnya; rela untuk mengorbankan dirinya.

***

Nilai - nilai di atas hanya segelintir dari begitu bayak nilai yang luhur dalam kisah ‘Qurban’ di dunia muslim. Dan semoga dari nilai di atas dapat menginspirasikan kita menjadi ayah yang bijak dan ikhlas serta anak yag patuh pada orang tuanya.

Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar