ESQ dan New Age Movement

Salah satu masalah yang kini dihadapi umat manusia adalah fitnah yang terus dihembuskan oleh para Luciferian dan para pengikut dan pendukung gerakan NWO atau NAM (New Age Movement). Kita ketahui bahwa mereka melakukan segala cara untuk menjerumuskan kita, ummat Islam khususnya.

Istilah NAM dalam bahasa kita bisa diartikan dengan Gerakan Zaman Baru (GZB).akhir-akhir ini dari beberapa sumber saya mendapatkan sedikit informasi mengenai salah satu langkah GZB untuk merusak Aqidah ummat Islam adalah dengan cara "halus", seperti propaganda melalui buku berbau ilmiah spiritualis misal God Spot, pelatihan Self Healing, optimalisasi otak tengah.


New Age Movement (NAM) saat ini tengah menjadi tren di seluruh dunia. Pelatihan-pelatihan bernuansa Spiritual pun kemudian hadir di tengah masyarakat untuk melepaskan dahaga spiritual masyarakat dalam era modernitas seperti sekarang ini. Akan tetapi, tak jarang konsep, ide, dan gagasan yang mereka tawarkan hanya sekedar ayatisasi dan jauh dari penjelasan Islam yang sesungguhnya. Karenanya, tahun lalu salah satu model spiritual yang membawa-bawa nama Islam dalam formah pelatihan Spiritualitas dinyatakan sesat oleh salah satu mufti di Malaysia.

Seperti dikutip di Wikipedia, New Age Movement (NAM) sendiri adalah gerakan spiritual non-agama Barat yang berkembang pada paruh kedua abad ke-20. Fokus utamanya berkisar pada penyatuan dunia Timur dan Barat dalam ritus spiritual metafisik semata. Upaya ini gencar dilakukan untuk merubah kepribadian para pengikutnya lewat pengaruh self-help, psikologi motivasi, kesehatan holistik, parapsikologi, penelitian kesadaran dan fisika kuantum. Mereka menganggaphal ini bertujuan untuk menciptakan spiritualitas tanpa batas atau dogma yang lebih inklusif dan pluralistik dalam kehidupan.


Yang menarik adalah di paragraf terakhir Wikipedia menulis, “The New Age movement includes elements of older spiritual and religious traditions ranging from atheism and monotheism through classical pantheism, naturalistic pantheism, and panentheism to polytheism combined with science and Gaia philosophy; particularly archaeoastronomy, astronomy, ecology, environmentalism, the Gaia hypothesis, psychology, and physics. New Age practices and philosophies sometimes draw inspiration from major world religions: Buddhism, Taoism, Chinese folk religion, Christianity, Hinduism, Islam, Judaism, Sikhism; with strong influences from East Asian religions, Gnosticism, Neopaganism, New Thought, Spiritualism, Theosophy, Universalism, and Western esotericism. The term New Age refers to the coming astrological Age of Aquarius”


Pada titik inilah, karakteristik dari NAM terbuka lebar. Ia rupanya tidak lebih dari pengejawantahan dunia kemusyrikan, paganisme, dan theosofi sebagai prinsip dasar pergerakan. Titik tekan mereka adalah pluralisme agama. Karenanya, pelatihan NAM banyak dibanjiri peserta yang tidak terikat pada satu agama. Masalahnya, orang-orang non Muslim itu bukan didakwahi akan kebenaran Islam, yang terjadi adalah adanya klaim kebenaran masing-masing individu yang berdasarkan kepada kebenaran suara hati dengan dalih fitrah. Karena manusia diciptakan membawa fitran kebenaran, mereka menganggap entah Yahudi, Konghucu, Budha, hingga Atheis sekalipun memiliki suara hati yang sama pula. Padahal Islam tidak berhenti di fitrah tapi juga Iman.


Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim patut waspada bahwa gerakan ini hanyalah peralihan wujud dari ide-ide kabbalah kuno dan misi Yahudi yang berlindung di kedok pelatihan kepribadian, spiritualitas, melejitkan potensi dan apalah namanya. Bahkan Nancy Percy, seorang pengkaji worldview dari Philadhelphia Biblical University, dalam tulisannya, Modern Islam And The New Age Movement menyatakan bahwa gerakan NAM hanyalah ekspresi yang lebih baru dari kecenderungan lama untuk mengimpor panteisme Timur ke dalam budaya Barat, yang dimulai dengan doktrinasi Plotinus dan neo-Platonisme.


New Age Movement Transfer Dari Ide-ide Kabbalah


JN Findlay, seorang teolog Kristen, juga mengatakan demikian. Dalam tulisannya, Platonisme and Kabbalah Ia beranggapan bahwa pengaruh pemikiran filsafat Yunani, khususnya Plato dan Neoplatonisme, dalam perkembangan Kabbalah telah lama diakui. Sejumlah Kabbalis mencatat bahwa ada hubungan erat antara Kabbalah dan filsafat Platonis. Dan fakta menunjukkan Kabbalah adalah sumber tunggal untuk ide-ide Platonis dan Neoplatonis yang kemudian akan berubah warna dari gagasan ancient wisdom kepada apa yang kita kaji sekarang ini (baca: NAM).



Ajaran NAM memang memiliki pandangan yang sejalan dengan ide-ide Kabbalah, Filsafat Plato, neo Platonisme, hingga theosofi. Kita bisa mengerucutkan pada lima point tentang sifat sejati ajaran NAM sendiri yang berpijak pada lima elemen penting, yakni:


1. Monisme, keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada, merupakan derivasi (penjabaran) dari sumber tunggal devine energy. Pada tingkat tertentu dapat digabungkan menjadi kesatuan dari semuanya.


2. Pantheisme, yakni gagasan God is all and all is god, Allah adalah segala sesuatu dan segala sesuatu adalah allah. God within ourself atau Allah dalam diri kita. Bandingkan dengan God Spot ala Danah Zohar.


3. Reinkarnasi, keyakinan bahwa jiwa manusia kembali pada eksistensi jas-maniah berulangkali, hingga mencapai keadaaan terbaik dan tertinggi dari Great Oneness atau keesaan agung alam semesta.


4. Pencerahan, kepercayaan bahwa kita memiliki pengetahuan rahasia yang terkandung di alam bawah sadar kita. Sebagaimana disebutkan oleh Carl Gustave Jung, bawah sadar kolektif umat manusia memungkinkannya dapat memanipulasi energi dan zat [roh] dengan pikirannya, dan melaluinya dapat memperoleh kekayaan dan kesehatan.



5. Spiritisme, keyakinan bahwa ada roh-roh yang dapat dihubungi oleh orang-orang mati sehingga dapat memberi wawasan kepada seseorang mengenai etika dan makna kehidupan di bumi.


Jika kita sedikit mengulas secara melebar, Kristen adalah agama yang pertama kali ‘hancur’ akibat serangan NAM. Di Barat sendiri, pendeta, pengurus gereja, dan sebagian umat Kristiani sekarang memasang kuda-kuda untuk membentengi teologi mereka dari serbuan NAM. Mereka memasang situs-situsnya bersamaan dengan judul-judul seperti Bahaya NAM, The New Age and Kabbalah, New Age Movement and Christianity dan segala macamnya.


Mereka sadar bahwa selama ini instansi keagamaan Kristen hanya sibuk pada hal-hal ritual liturgis belaka, sekaligus mengabaikan sisi esensial Kristen yakni perjumpaan dengan Tuhan secara logis bukan doktriner. Inilah rupanya yang menjadi dalang dibalik invasi NAM masuk ke gereja-gereja mereka. Dampak ini bukan main memilukannya.


Banyak anak-anak muda Amerika dan Eropa saat ini lebih rajin pergi ke paranormal ketimbang sekolah minggu. Mereka-para remaja itu-mulai mempelajari tulisan-tulisan yang berkaitan dengan astrologi atau berguru di tempat sepi dan terpencil (esoterisme).


Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim harus jeli melihat pergerekan mereka yang akan menghabisi agama satu persatu, tidak terkecuali Islam. Di Islam sendiri, pelatihan-pelatihan Spiritualitas banyak sekali beredar. Ada yang memang betul-betul Syar’i karena ia langsung beritik tolak kepada Al Qur’an dan Sunnah dan dijelaskan Para Salafussoleh, namun ada pula yang jelas-jelas terinflitrasi gagasan NAM.



Lantas bagaimana dengan kasus ESQ? Saya sendiri tidak begitu yakin dengan konsep ini. Hal ini berdasarkan pengalaman saya mengikuti Training ESQ saat Generasi Emas Angkatan Pertama dibuka untuk para aktivis kampus. Disanalah, sejumlah tanda tanya banyak berkembang di pikiran saya.


ESQ sendiri sudah menuai banyak kritik. Apa saja dimasukkan asal mendukung gagasan ESQ, katakanlah seperti Husein Haikal (Penulis Liberal), Ali Syariati (Tokoh Syiah), Pastor Drijarkara (Katolik) dan lain sebagainya. Bahkan untuk menjelaskan Rukun Iman banyak dikutip justru pemikir-pemikir Barat.


Kita juga bisa dapati pemahaman menyimpang yang diyakini Ary Ginanjar Agustian. Sebagian orang menyebutnya sebagai paham, “Manunggaling kawula gusti” atau pantheisme yang memang kuat diajarkan di NAM. Pada halaman 10 alinea 2, buku ESQ, Ary Ginanjar menyatakan :


“Jawaban-jawaban dari suara hati tersebut adalah sama persis dengan sifat-sifat Allah yang terdapat di dalamAl Qur’an (Asmaul Husna) seperti Maha Penolong, Maha Pengasih, ……”.


Sedangkan di halaman 108, Ary Ginanjar menulis, “Ketika jiwa manusia mengangguk, mengakui Allah sebagai Tuhannya, maka saat itulah Sifat‐sifat Tuhan yang Suci dan Mulia, akan mengemuka dan memancar dalam God Spot‐nya, dan dari sinilah dasar pijakan kecerdasan spiritual bermula.”


Jelas ini adalah sebuah pemahaman keliru. Sebab jika kita merujuk kepada ayat-ayat di Al Qur’an, Allah memberikan penjelasan bahwa sebagai Sang Maha Pencipta, Ia tidak dapat disetarakan dengan siapapun.



“... Dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai (setara) denganNya”. (Al Ikhlas: 4)


“Dia Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri yang berpasang-pasangan dan dari jenis binatang ternak yang berpasang-pasangan (pula), Dia jadikan kamu berkembangbiak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Asy Syura: 11).


Kritikan tajam kepada konsep ESQ Ary Ginanjar juga berlaku ketika model pelatihan ini terjebak pada pengangungan ide God-Spot. God Spot menjadi pilar penting ketika Ary Ginanjar menjelaskan konsep ESQ. Tak heran kata God Spot tersebar hampir di seluruh bagian buku, yakni halaman 59, 60, 64, 118, 121, 138, 153, 176, 202, 218, 241, 250, 258, 273, 301, 326, 331, dan 356.


Anda tahu asal muasal ide God Spot yang begitu diagungkan oleh pengusung NAM dan kemudian dipakai Ary Ginanjar dalam konsep ESQ nya? Tidak lain berasal dari penelitian yang menjadikan penederita epilepsy sebagai objeknya.


Ary Ginandjar sendiri mengutip beberapa hasil penelitian neurologist (dokter ahli saraf), antara lain dari V.S. Ramachandran. Penelitian Ramachandran yang menemukan “God spot” adalah penelitian terhadap aktivitas elektris pada salah satu bagian otak yang disebut lobus temporalis yang dikatakannya penting dalam pengalaman religius.


Ramachandran Mengambil Ide God Spot Dari Penderita Epilepsi


Ramachandran menyatakan bahwa berbagai studi telah jelas menunjukkan suatu hubungan antara pengalaman religius dengan epilepsy lobus temporalis. Pengalaman religius dan spiritual sangatlah kompleks, katanya pula, melibatkan emosi, pikiran, sensasi dan perilaku. Tapi para ilmuwan percaya bahwa pasien penderita epilepsy lobus temporalis yang menderita halusinasi religius dapat dijadikan sebagai sebuah model penting dalam menunjukkan bagaimana pengalaman religius tertentu mempengaruhi otak manusia.



Beberapa dekade lalu ada ilmuan Barat yang menulis bahwa Nabi Muhammad Saw menderita epilepsi. Karena dalam riwayat diceritakan keadaan Nabi Muhammad Saw bila sedang menerima wahyu, ada yang seperti mimpi saat tidur, ada yang tiba-tiba terdiam beberapa saat, dan ada yang gemetaran dan berkeringat seperti ketakutan. Kondisi-kondisi ini dinterpretasikannya sebagai suatu serangan epilepsi. Tulisan itu kemudian dibantah oleh ilmuwan Barat lainnya, yang mengatakan serangan epilepsi yang berulang-ulang dan tidak terkontrol akan menyebabkan penurunan fungsi berpikir, sedangkan Nabi Muhammad Saw makin sering menerima wahyu, makin meningkat kemampuannya. Wallahua’lam. (Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar