Selain Nagarakertagama karangan Mpu Prapanca, maka tak ada satupun prasasti yang menguatkan tentang wilayah-wilayah di bawah kekuasaan Majapahit. Bahkan jika anda pemerhati sejarah yang serius, maka anda bisa melihat bahwa semua jurnal terutama yang berasal dari luar negeri ( Cina, Persia, dll ) adalah menceritakan kebesaran peradaban Srivijaya atau untuk yang lebih muda ( seperti catatan Portugis ) hanya menyebutkan tentang Java, sebuah nama yang lebih luas dari nama Jawa sekarang.
Bahkan nama Majapahit itu selain hanya Pararaton ( yang penulisnya tidak jelas siapa ) yang menyebutkan asal nama Majapahit dari buah mojo yang terasa pahit, di dalam teks-teks kuno menyebutkan kerajaan yang sekarang terkenal sebagai Majapahit - diduga - adalah Wilwatikta/Vilvatikta.
Di dalam prasasti yang dikeluarkan Wisnuwardhana sebagai penguasa Jawa ( dengan kerajaan bernama Bhumi Tumapel yang beribukotakan Kutaraja lalu kelak Singosari ) tahun 1255 masehi, jelas sekali nama Wilwatikta belum muncul. Jadi secara logika, bagaimana Majapahit atau wilwatikta atau apapun itu yang konon berdiri pada tahun 1293 masehi pasca serangan Mongol, ujug-ujug atau tiba-tiba menjadi peradaban yang tiba-tiba melegenda. Maafkan jika kebanyakan kita adalah masyarakat yang titen, masyarakat yang percaya pada proses alias sunnatullah, jadi segala yang instan bukanlah pertanda yang baik. Dimana hal ini ditandai dengan pertumpahan darah yang tidak pernah usai sehingga keruntuhan ‘peradaban yang tidak pernah ditemukan secara riil lokasinya ‘ ini benar-benar hilang ditelan bumi ( itupun jika peradaban ini memang pernah ada ). Tentang Wilwatikta dan keberadaannya tentu tak kita nafikan, namun tetap harus mendudukkan sejarah sebagaimana mestinya, karena teori yang menyatakan Majapahit peradaban pertama Nusantara sama saja dengan melecehkan fakta-fakta sejarah yang lainnya sebelum atau yang semasa dengan Vilvatikta alias Majapahit ini.
Yang menarik adalah dari catatan Monoz dalam bukunya Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia, yang menyatakan sebuah peradaban lain di Jawa bernama Virabhumi ( berdiri tahun 1295 tak lama pasca serangan Mongol ) yang dimasa pendirinya Nararya Viraraja/Wiraraja hingga Nambi adalah menjadi peradaban merdeka seumur hidup mereka meski Majapahit tak henti menyerang mereka.
Sekarang, di tanah Virabhumi yang dahulu beribukotakan Lamajang/Lumajang ini, banyak sekali peninggalan sejarah yang masih berdiri atau baru ditemukan namun tidak pernah dipedulikan. Sementara jika ’sesuatu’ ditemukan dan berbau Majapahit, sekalipun benda penemuan itu kecil, cenderung dibesar-besarkan sebagai bagian dari ‘keagungan’ Majapahit. Sementara peradaban lain, seperti Virabhumi ( yang bisa jadi adalah penyebar budaya Panji di seluruh dunia yang masih bisa kita saksikan hari ini ) diabaikan sekalipun banyak penemuan besar yang berasal dari sejarah Local Genius ada di tempat ini. Ada apakah dengan fenomena pendiskriminasian terhadap bukti-bukti sejarah ini?
Karena pertanyaan-pertanyaan ini, sejak 2008 saya intens mempelajari banyak hal tentang Virabhumi dan Wilwatikta. Saat ini saya sedang menulis 2 novel sejarah yang masih dalam tahap revisi, dan sebuah novel lanjutan tentang Virabhumi yang masih dalam proses pengerjaan.
Saya dan kawan-kawan dalam lingkaran saya, yang tertarik dan peduli pada sejarah bangsa ini, melakukan kerja-kerja penelitian dan penulisan dan penafsiran ulang supaya bisa menguak kebenaran masa lalu. Jujur jika kita mau mengakui, bahwa sejarah yang kita pelajari selama ini sangat kental dengan skenario pendangkalan-pendangkalan, Faktanya, rasa kemanusiaan hari ini dan dahulu tentunya tak berbeda jauh, pun kecerdasan emosi dan spiritual setiap person-nya.
Rida Fitria
Emak-emak 3 bocah, suka nulis novel, belajar sejarah sampe suntuk, praktisi pengobatan hijamah, relawan konservasi, dan bagian dari 15 ibu rumah tangga di Bussines Moms yang diterbitkan Gramedia, penulis novel Sebongkah Tanah Retak ( Tiga Kelana /nya Tiga Serangkai ), Bunga dan Duri ( Leutika Prio ), dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar