Kata peyot, yang juga disebut pe’ot, pe’at, payot, adalah bentuk jamak dari pe’ah. Kata pe’ah artinya sudut atau samping. Orang Yahudi Yemenite menyebutnya dengan istilah simanin yang secara harfiah artinya tanda-tanda (signs), karena rambut tepi kepala yang panjang merupakan ciri yang membedakan mereka dengan masyarakat Yaman muslim. Para pria Yahudi ortodoks biasanya membiarkan rambut mereka tumbuh panjang, dan banyak yang memelihara jenggot. Suatu waktu mereka akan pergi ke tukang cukur untuk potong rambut.
Tetapi, rambut bagian tepi kepala (peyot) tidak dipotong. Pemakaian peyot bagi orang Yahudi Ortodoks berdasarkan pada penafsiran perintah Tuhan di dalam Imamat 19:27, yaitu tentang larangan mencukur tepi rambut kepala. Dikatakan, “Janganlah kamu mencukur tepi rambut kepalamu berkeliling dan janganlah kamu merusakkan tepi janggutmu“. Para rabi Yahudi menafsirkan kata pe’at di ayat tersebut sebagai rambut di depan telinga yang memanjang sampai ujung tulang pipi, sejajar dengan hidung. Karena itu mereka tidak mau memotongnya, bahkan membiarkannya sampai panjangnya melebihi tulang rahang. Menurut Maimonides, panggilan untuk Modes ben Maimon, seorang filsuf Yahudi terkemuka abad pertengahan, mencukur rambut tepi kepala adalah kebiasaan kafir. Di Mishnah ditegaskan bahwa peraturan ini hanya berlaku bagi laki-laki.
Rabbi Hirsch Samson Raphael dalam komentarnya tentang Taurat menegaskan bahwa peyot merupakan bentuk simbolik pemisahan antara bagian depan dan bagian belakang otak. Bagian depan otak berkaitan dengan intelektual, sedangkan bagian belakang otak berkaitan dengan persaan dan pengaturan gerak tubuh. Dengan demikian, pemakai peyot secara sadar sedang membuat pernyataan bahwa dia mengakui kedua aspek dari pikiran tersebut dan bermaksud untuk menjaga dan menggunakan bagian-bagian itu sesuai tugas yang mereka terima. Menurut Raphael, rambut juga merupakan simbol kebanggaan, karena merupakan bagian yang terlihat orang lain. Ini bisa menimbulkan kesombongan. Untuk itu, larangan memotong peyot mengingatkan seseorang untuk tidak menekankan penampilan, tetapi bergantung pada kecerdasan dan karakter yang baik.
Apa pun penafsiran yang diberikan rabi-rabi Yahudi, yang jelas bahwa orang Yahudi adalah orang yang taat akan hukum. Mereka adalah orang-orang yang berusaha untui menerapkan hukum, terutama hukum ilahi atau firman Tuhan. Mereka berusaha menerapkan firman Tuhan berdasarkan penafsiran yang mereka buat, yang kadang bisa juga berlebihan. Tetapi, sekalipun demikian, ini juga seharusnya menjadi teladan bagi orang orang yang mengimani firman Tuhan. Seharusnya orang yang percaya kepada Tuhan mempunyai keinginan yang kuat untuk menerapkan firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Manna Sorgawi, Edisi Maret 2012/andy naburju
Tidak ada komentar:
Posting Komentar