Melalui buku berjudul “Atlantis, The Lost Continent Has Finnaly Found, The Definitive Localitazion of Platos’s Lost Civilitazion” karya Santos dan “Eden in The East” karya Oppeinheimer dibeberkanlah hasil penemuan spektakuler yang mengubah pandangan sejarah dunia. Walaupun kesimpulannya sama, dua peneliti gigih ini mengambil sudut interdispliner dan fokus yang berbeda.
Memang sampai saat ini masih menjadi perdebatan para ahli tentang kedua penemuan tersebut. Banyak yang menyebutnya “dongeng” Atlantis dan sebutan lainnya. Ada pula yang membantah dengan penelitian lain yang sudah terpublikasikan melalui buku seperti halnya Santos dan Oppeinheimer. Namun banyak pula yang memberi apresiasi tentang penemuan mereka, khususnya masyarakat Indonesia.
Bangsa Indonesia yang selama ini mengalami miss identitas karena terpasung oleh identitas dan budaya Barat sangat perlu mengupas sejarah nusantara untuk mengetahui dan mematangkan karakter bangsa yang sesungguhnya. Selama ini kita masih dihadapkan perdebatan sesungguhnya siapa dan seperti apa identitas manusia Indonesia. Peninggalan masa pra sejarah seperti punden berundak dan peninggalan masa sejarah seperti bangunan bercorak Hindu-Budha khas India semakin membingungkan dan memberikan banyak penafsiran. Tak salah jika Prof Dr Jimly Asshiddiqie menyarankan agar tema Atlantis di Nusantara disertakan dalam kurikulum Pendidikan Nasional agar memberi motivasi kepada anak bangsa untuk menggali dan terus menggali sejarah Nusantara.
Bagaimana dengan penemuan sebuah benda kuno (red: piramida) oleh Tim Katastropik bencana? Seperti halnya penemuan Santos dan Oppenheimer, beragam respons dilontarkan para ahli dan masyarakat terhadap Staf Ahli Presiden dan Tim. Hampir di semua media nasional memuat respons negatif para ahli arkeologi dan geologi tentang rencana Andi Arif dan Tim. Para ahli mengimbau Andi Arif untuk tidak bermimpi dikarenakan sampai saat ini tidak pernah ada data arkeologi lokal dan juga indikator adanya piramida di wiayah Asia Tenggara. Terdapat pula ahli yang mengecam rencana pengeboran Gunung Sadahurip yang disinyalir akan membabat uang rakyat. Bahkan sampai-sampai ada ahli yang berpendapat bahwa perilaku Andi Arif tak lain hanya pengalihan isu semata di saat bencana “politik” menimpa partai utama pemerintah.
Kejadian seperti di atas sudah lebih dahulu menerpa Santos dan Oppeinheimer, apabila tak ada kegigihan dari keduanya mungkin hingga saat ini tak ada penemuan spektakuler dari tangan keduanya. Sehingga penulis beranggapan sesungguhnya tak salah apa-apa yang direncanakan oleh Andi Arif bersama tim sebagai tindak lanjut analisa awal penemuan untuk malakukan pembukitan dengan cara mengebor atau apapun bentuknya. Namun ada beberapa hal yang dirasa tidak tepat sehingga memunculkan polemik di kalangan para ahli dan pengamat.
Pertama, penulis berpendapat bahwa Andi Arif sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Sosial dan Penanggulangan Bencana tidak seharusnya memimpin dan memprioritaskan proyek tersebut. Menurut penulis, dikhawatirkan jobdesk utama sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Sosial dan Penangguangan Bencana akan terbengkalai. Padahal saat ini masih sering terjadi bencana alam di tanah air, masih sering terjadi pula keterlambatan penanganan pemerintah atas kejadian alam yang ada. Walaupun Andi Arif telah menyangkal bahwa apa yang dilakukan saat ini merupakan upaya pemetaan bencana di masa lalu sehingga diharapkan kedepannya tak akan terulang kembali.
Kedua, momentum pelepasan isu kepada publik mengenai rencana tindak lanjut terhadap penelitian Piramida Garut tidaklah tepat. Seperti kita telah ketahui bersama bahwa pemerintah saat ini kian sering menerima guncangan dahsyat akibat hancurnya integritas partai utama pengusung pemerintah yang tak lain dan tak bukan adalah partai Presiden sendiri. Sehingga wajar bila khalayak seakan-akan menilai temuan Andi Arif hanya sensasi semata, dan sebagai rekayasa pemerintah mengalihkan perhatian publik dan media, apalagi ia adalah staf khusus Presiden. Mestinya dipublikasikan ketika telah mencapai tahap akhir kesimpulan, tidak seperti sekarang. Namun mencontoh apa yang telah dilakukan Santos dan Oppenheimer.
Kedua hal di atas adalah penyebab banyaknya respons negatif bermunculan dari para ahli dan pengamat ditambah peran media yang seakan mendukung kecaman-kecaman tersebut. Tapi ingat pendapat-pendapat negatif itu tidak merepresentasikan mayoritas masyarakat Indonesia. Kita belum tahu apa yang akan terjadi bila Piramida itu benar-benar ada, toh tak akan sia-sia pula bilamana memang tak terdapat piramida di Gunung tersebut. Selalu ada pelajaran dalam setiap kegagalan, seperti yang telah diajarkan Einstein dan penemu-penemu besar dunia melalui banyak kegagalannya.
Karena bagaimanapun penemuan-penemuan masa lalu kuat relevansinya dengan masa depan suatu bangsa. Sejarah adalah cerminan sebuah bangsa agar mengetahui keemasan atau buruknya mereka di masa lalu. Sehingga mereka dapat merumuskan kejayaan di masa datang. Jangan pernah sekali-kali melupakan sejarah, itu pesan yang dikatakan Presiden pertama republik ini. Penelitian piramida ini layaknya harapan akan terkuaknya sejarah emas Nusantara.
Eko Wardaya
Wakil Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar