LINTASAN SEJARAH ISLAM (8)

Tidak dapat dipungkiri bahwa khazanah puisi Arab begitu luar biasa melimpahnya dan setiap babakan dari sejarah mereka selalu melahirkan penyair-penyair unggulan. Sayangnya mereka tidak mengembangkan budaya tulis dengan baik, sehingga karya-karya lama mereka banyak yang hilang dari ingatan sejarah. Namun untungnya puisi-puisi itu dihafal oleh banyak orang dari ke generasi, hingga datang masanya untuk dihimpun kembali. Himpunan puisi-puisi lama Arab telah mulai diusahakan pada zaman awal pemerintahan Daulah Abbasiyah (750-1256 M) di Baghdad. Di antara himpunan atau antologi karya-karya Arab lama yang penting ialah:


1. Muallaqat. Himpunan ini diselenggarakan oleh Hammid al-Rawiya, seorang ahli tatabahasa keturunan Persia yang lahir pada zaman akhir pemerintahan Daulah Umayyah (664-749 M) dan wafat pada pertengahan abad ke-9 M. Di dalamnya terdapat syair-syair karya penyair Arab terkemuka seperti Amr al-Qays, Tarafa, Zuhayr, Labid, `Antara, `Amr bin Kulthum dan Harits bin Hilliza. Juga terdapat dua qasida karangan Nabigha dan A`sha.


2. Mufaddaliyat. Antologi ini dikumpulkan oleh Mufaddal al-Dabbi (w.



786 M) atas tajaan Khalifah al-Mahdi. Dalam buku ini dimuat 128 qasida.


3. Hamadsa. Diselenggarakan oleh Abu Tammam Habib bin Aws (w. 850), seorang penyair terkemuka yang hidup pada zaman pemerintahan khalifah al-Ma`mun dan Mu`tasim. Buku ini disusun ke dalam 10 bab berdarkan jenis puisi yang berhasil dihimpun. Jenis-jenis puisi yang terdapat di dalamnuya meliputi hamasa, maratsi (elegi), adab, nasib, hija`, al-adyaf wa al-madih (puisi menyambut tamu dan pujian), sifat (puisi gambaran), alsayr wa al-nu`as (Perjalanan) , al-mulah danmudhammali al-nisa’.



4. Hamasa. Yang diselenggarakan oleh penyair Buhtri (w. 897 M).


5. Jamharat Asha`ari al-`Arab, himpunan 49 qasida, diselenggarakan oleh Abu Zayd Muhammad al-Qurashi sekitar tahun 1000 M.


Selain terdapat dalam kitab-kitab seperti telah disebutkan, syair-syair Arab lama itu bisa dijumpai dalam Kitab al-Aghani karangan Abu al-Faraj al-Isfahani (w. 967 M), Kitab al-Amali karangan Abu `Ali al-Qali (w. 967 M), dan Khizanat al-Adab karangan Abd al-Qadir al-Baghdadi (w. 1682 M) (Nicholson 1962:129-31).




Penyair-penyair Terkemuka


Dari sekian banyak penyair Arab lama yang karya-karyanya dihimpun dalam kitab-kitab yang telah disebutkan, terdapat sepuluh orang yang dianggap penyair penting dan besar. Mereka ialah Amr al-Qays, Tarafa, Zuhayr bin Abu Sulma, A`sya bin Qais, Labid bin Rabi`a dan Antara bin Syadad al-Abshi. Contoh berikut adalah sajak al-Asyah yang gagal menemui Nabi:



Aku tak bisa tidur malam hari bukan disebabkan sakit atau sedang jatuh


cinta


Malam itu banyak orang melihat api menyala di atas bukit itu


Itulah api yang dinyalakan untuk memanasi dua tubuh orang yang


Kedinginan


Di situlah Muhalliq dan kedermawanannya menginap



Di malam yang begitu gelap keduanya mufakat untuk tidak berpisah


Kaulihat di wajahnya betapa kedermawanan bagaikan padang yang


berkilauan


Kedua tangannya selalu benar, yang satu untuk membinasakan


Dan yang lain untuk berderma jika orang lain enggan berderma



(Yunus Ali al-Muhdar 1983:40)



Demikian uraian ringkas perkembangan puisi Arab sebelum datangnya agama Islam. Setelah datangnya agama Islam memang timbul perubahan dalam watak puisi Arab. Namun pada awalnya perubahan itu hanya menyankut bentuk persajakan, sedangkan isi dan semangat masih berakar pada yang lama sebelum datangnya Islaam. Baru pada zaman Abbasiyah (750-1258 M) sastra Arab berkembang pesat dan mengalami perubahan besar. Satu hal yang mesti diingat ialah gaya bahasa, puitika, dan corak pengucapan yang ada dalam al-Qur’an ternyata tidak kecil pengaruhnya bagi perkembangan sastra kaum Muslimin. Bukan saja bagi sastra rab, tetapi sastra Persia, Turki Usmani, Melayu, Urdu di Pakistan, dan lain sebagainya.




Pendidikan Ilmu Pengetahuan


Sebelum datangnya agama Islam bangsa Arab pada umumnya memperoleh pendidikan melalui tradisi lisan, khususnya yang disampaikan dalam bentuk syair, peribahasa, petatah-petitih dan khotbah. Ini terutama disebabkan karena pola kehidupan mereka yang berpindah-pindah. Bahkan walaupun telah terdapat komunitas-komunitas Arab yang hidup menetap di kota-kota seperti Aden, Shan’a, Najraan, Thaif, Mekkah, Yatsrib (Madinah sekarang), dan Khaybar; namun pada umumnya mereka memperoleh pendidikan melalui tradisi lisan.


Sekalipun demikian, seperti telah dikemukakan, tidak berarti sebelum datangnya Islam orang Arab tidak mengenal sama sekali tradisi baca tulis. Ini terbukti dengan adanya rekaman tertulis dari puisi para penyair terkemuka sebelum Islam, yang biasanya digantung di dinding Ka’bah dan disebutmuallaqat. Mualllaqat terkenal ialah karya Imrul Qays, yang sampai sekarang diingat adalah masyarakat sastra Arab.


Tradisi baca-tulis yang dimiliki bangsa Arab sebelum Islam diperoleh melalui lembaga-lembaga pendidikan Yahudi dan Kristen yang disebut kuttab, dari perkataan kataba, artinya menulis. Selama lebih dua abad sebelum datangnya agama Islam, orang-orang Kristen dan Yahudi telah aktif menyebarkan agama mereka di kalangan bangsa Arab. Mereka mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan baca tulis kepada sekelompok orang Arab yang berada. Yang diajarkan di sekolah-sekolah Kristen dan Yahudi itu ialah kitab suci mereka masing-masing (Taurat dan Injil), filsafat, ilmu debat dan pokok bahasan lain berkenaan ajaran agama.


Sebutan kuttab diberikan oleh orang-orang Arab sendiri, sebagaimana dikatakan oleh Jawad `Ali dalam bukunya al-Mufashshal fi tarikh al-`Arab qabl al-Islam (Baghdad: Dar al-Nadhdhlah, 1978; VIII, 295). Kuttab didirikan berdampingan dengan rumah ibadah Kristen dan Yahudi, yaitu gereja dan sinagog. Dari lembaga inilah secara bertahap sastra dan ilmu pengetahuan berkembang di tanah Arab, apalagi setelah datangnya agama Islam, ketika tuntutan membaca dan menulis semakin meningkat, khususnya berkaitan dengan penulisan kitab suci al-Qur`an dan pemahamannya.



Di samping itu, sebelum agama Islam datang, telah tumbuh dan berkembang beberapa pusat kegiatan intelektual berdekatan dengan negeri Arab. Pengaruh pusat-pusat kegiatan intelektual ini sangat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan falsafah Islam disebabkan di antara wilayah-wilayah tersebut kemudian direbut oleh orang Islam. Di antaranya lagi karea ditutupnya pusat-pusat kegiatan tersebut oleh kaisar Rumawi Timur yang mengusai wilayah-wilayah tersebut. Para ilmuwan tersebut lantas pindah dan mengembangkan kegiatan intelektual di wilayah-wilayah yang kemudian direbut oleh orang Islam.


Penggandengan lembaga pendidikan dengan rumah ibadah yang telah berkembang sebelum Islam itu dilanjutkan pada saat agama Islam berkembang. Bahkan pada zaman Islam mencapai kemajuan yang jauh melebihi sebelumnya. Begitu pula hasil yang dicapai kuttab jauh lebih berlipat ganda, terlihat dari meningkatnya jumlah lembaga ini sejak Nabi hijrah ke Madinah, begitu pula jumlah murid yang belajar hingga ke jenjang yang tinggi.


Ketika agama Islam baru lahir, menurut Ahmad Syalabi dalam bukunya History of MuslimEducation (Beyrut: Dar al-Kasysyaf, 1954: 16-17) tercatat hanya 17 orang Arab Quraisy yang mengenal baca-tulis. Namun karena orang Quraisy memusuhi Islam, tidak mungkin orang Islam belajar baca-tulis dari mereka. Baru setelah Nabi dan pengikutnya hijrah ke Madinah (622 M) orang Islam memperoleh kesempatan belajar baca-tulis. Nabi sangat memperhatikan masalah pendidikan. Beberapa pengikutnya yang mengenal baca-tulis diperintahkan mengajar kepada kaum muslimin yang lain. Sahabat pertama yang diperintahkan membuka kuttab ialah al-Hakam bin Sa’id. Pada mulanya pengajarnya bukan orang Islam, tetapi lama kelamaan setelah banyak orang Islam pandai membaca dan menulis, tugas pengajaran kemudian ditangani sepenuhnya oleh orang-orang Islam.


Sebagai lembaga pendidikan, kuttab cepat berkembang. Begitu pula materi pengajarannya semakin bertambah banyak. Mula-mula hanya mengajarkan baca-tulis dengan materi syair-syair dan pepatah Arab. Tetapi setelah ayat-ayat al-Qur`an dikodifikasi pada masa Usman bin Affan, materi pelajaran juga berkembang, mencakup pengajaran kitab suci al-Qur`an. Dalam perkembangannya kemudian tumbuh dua jenis kuttab (Lihat: Philips K. Hitti, History of the Arabs from the Earliest Time to the Present. London: Macmillan, 1937; II, 50).



Jenis kuttab pertama ialah lembaga pendidikan yang hanya mengajarkan tulis baca dengan materi teks puisi Arab. Jenis kuttab kedua ialah yang mengajarkan kitab suci al-Qur`an dan dasar-dasar agama Islam. Pendidikan dan ilmu pengetahuan mulai menunjukkan perkembangan pesat pada zaman kekhalifatan Umayyah (664-749 M) yang pusat pemerintahannya berada di Damskus, Syria sekarang,. Dan mencapai kemajuan lebih pesat lagi pada zaman kekhalifatan Abbasiyah (750-1256 M) yang pusat pemerintahannya berada di Baghdad, Iraq sekarang.


Menggarap tanah. Relief Sumeria tahun 1700 SM


Prof. Dr. Abdul Hadi W. M.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar