Setiap kelompok atau suku mempunyai sejarah yang unik. Sering ditemukan bahwa nama dari kelompok atau suku yang bersangkutan berasal dari nama binatang atau tumbuhan-tumbuhan tertentu yang dianggap sebagai nenek moyang mereka. Oleh karena itu mereka menghormati, menjaga dan memeliharanya secara khusus. Mereka tidak boleh membunuh apalagi memakannya.
Kebiasaan menganggap binatang atau tumbuhan tertentu sebagai nenek moyang ini dinamakan Totemisme Keluarga besar Balawangak boleh makan apa saja, tidak ada larangan khusus untuk anggota suku. Ini berarti nenek moyang Suku Balawangak bukan berasal dari binatang atau tumbuhan-tumbuhan tertentu.
Menurut ceritera dari generasi ke generasi nama Balawangak adalah nama yang diwariskan oleh nenek moyang. Berdasarkan kenyataan dan dikaitkan dengan centa dari jaman dahulu bahwa suku Pureklolon, Balawangak dan suku Matarau berasal dari daerah yang sama yaitu Seram Goran, Ambon- Maluku. Ketiga keluarga besar ini sering dipanggil Suku Klemata, artinya suku Kaka Arin (bersaudara).
Pertanyaannya, mengapa ketiga rumpun keluarga besar ini dipanggil Klemata/bersaudara? Ketiga suku ini berasal dari satu nenek moyang saja yakni dari pasangan Lappi dan Somi. Lappi dan Somi mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Lomma. Setelah anak mereka dewasa pasangan ini tidak betah lagi tinggal di Seram Goran.
Mereka bersama-sama dengan kelompok yang lain mulai mengembara mencari tempat yang lebih baik untuk menjamin masa depan keluarganya. Dapat kita katakan bahwa mereka ikut transmigrasi, tapi berbeda dengan transmigrasi dewasa ini. Kalau transmigrasi sekarang disponsori oleh pemerintah, sedangkan keluarga Lappi bersama kelompok lain itu bertransmigrasi atas kemauan sendiri.
Jasa angkutan yang dipakai tidak seperti yang sekarang, mereka menggunakan sampan-sampan kecil, perahu-perahu yang sederhana bentuknya. Sangat mengagumkan bahwa dengan jasa angkutan yang sederhana itu, lautan luas mereka arungi, amukan ganasnya gelombang mereka atasi dan akhirnya mereka berhasil mendarat di kawasan NTT.
Lappi sekeluarga tiba di suatu tempat yang bernama Selimuna Batan Lepan, yang terletak di Kedang, pulau Lembata. Sedangkan rombongan yang lain meneruskan perjalannya ke pulau Adonara. Lappi sekeluarga menetap di daerah itu dan mengadaptasikan kehidupan mereka seperti orang-orang di daerah itu. Anak mereka Lomma telah dewasa dan ia jatuh cinta dengan gadis pribumi yang bemama Kidi Kedang. Mereka menikah dan lahirlah dua putera masing-masing bernama Olabaga dan Pati.
Olabaga kemudian menikah seorang gadis bernama Kewa. Mereka dikaruniai dua orang putera, Tede dan Bala. Dia memberi nama keluarganya Pureklolon. Sedangkan Pati menikah dan memberikan nama keluarganya dengan nama Matarau. Lalu bagamiana dengan munculnya nama Balawangak?
Tede dan Bala (anak dari Olabaga) menjadi dewasa dan memilih pasangannya masing-masing. Tede sebagai anak sulung berhak memakai nama keluarga dari bapak, sedangkan Bala harus mencari nama baru untuk keluarganya. Dia lalu memutuskan untuk memakai kata Wangak untuk ditambahkan di belakang namanya, sehingga dia memanggil nama keluarganya Balawangak.
Dari kisah ini sangat jelaslah bahwa suku Pureklolon adalah yang sulung, kemudian Matarau
dan yang bungsu adalah Balawangak. Tradisi ini tetap berlaku sampai dengan dewasa ini, dimana tua adat dari suku Pureklolon selalu menentukan waktu dan saat pesta kacang (Weruone) diadakan. Pesta kacang atau dikenal Weruone ini berlangsung sampai saat ini, dan biasanya buat akhir bulan September atau awal Oktober di kampung adat Lewohala. Itulah sebabnya ketiga rumpun keluarga ini selalu disebut Klemata (suku Kaka Arin), karena berasal dari satu nenek moyang, pasangan Lappi dan Somi.
Mencari dan terus mencari adalah ciri khas hidup manusia. Keluarga Lappi dengan cucu-cecenya yang sudah lama menetap di Selimuna Batan Lepan rupanya ingin mengembara lagi. Mereka akhirnya mengucapkan sayonara untuk Selimuna Batan Lepan dan berlayar menuju suatu tempat yang bernama Beru watan tukan, Parek wai lolon, di sekitar bajak, pulau Lembata. Mereka tidak lama menetap di tempat ini karena terjadi perselisihan/pertengkaran
antara Olabaga dan Pati.
Sebab dari pertengkaran adalah geni kebare (masalah perebutan perempuan), keduanya tidak mau menyerah. Mereka bertahan pada pendirian masing-masing. Olabaga akhirnya menyatakan dirinya sebagai yang paling hebat, paling kuat dengan memakai istilah (kepahenaran):
Olabaga tugu wulan tukan
Leda lein dipelede tanah pana
Layu liman dikehila ill gole
Lalu Pati membalasnya dengan memakai istilah (kepahenaran):
Pati Usen teti kei Leramatan
Leda lein tanah lau timu tiban
Layu liman ekang weli kupang bua.
Kalau diterjemahkan secara harafiah artinya sebagai berikut:
Aku Olabaga, penopang sang bulan (wulan)
Menghentakkan kakiku, bagaikan halilintar yang mengoncangkan bumi.
Merentangkan tanganku, bagaikan kilat mampu menerangi seluruh gunung.
Moting (Pondok) persinggahan pertama bagi suku Klemata sebelum mereka mendapat ijin untuk tinggal di Lewahala, Baopukang. Dan balasan dari Pati diterjemahkan sebagai berikut:
Aku, Pati Usen, penjaga sang surya (lera)
Menghentakkan kakiku, dapat menghancurkan bumi
Merentangkan tanganku, dapat memisahkan daratan.
Ya….suatu perselisihan dengan kepahenaran tentu sulit didamaikan, walau antara kakak adik kandung. Dalam peristiwa ini, Olabaga dan Pati akhirnya berpisah, berpisah untuk selamanya. Pati bersama dengan anak-cucunya berlayar menuju Lewolera, sedangkan anaknya
Rau dan Goran berlayar bersama Olabaga menuju Lewohala. Mereka berlabuh di suatu tempat yang bernama Watu Pukan Manuelan, Okan Paga Wewa Matan. Perahu yang mereka bawa itu sekarang telah berubah menjadi batu besar yang disebut Jon Toda Nara.
Jon: perahu;
Toda: Kapten/Juragan;
Nara: penumpang.
Apakah nama desa Jontona adalah singkatan dari Jon Toda Nara? Olabaga bersama keluarganya mendarat di Watu Puken Manunelan Okan Paga Wewa Matan dengan perahu ini, yang telah berubah menjadi batu besar yang disebut Jon.
Sandro Wangak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar