Dalam sebuah makalah berjudul “The History of African Gene Flow into Southern Europeans, Levantines and Jews,” yang diterbitkan dalam PLoS Genetics, asisten profesor Genetika HMS David Reich dan koleganya menyelidiki perbandingan leluhur Afrika sub sahara yang ada di berbagai populasi di Eurasia barat, yaitu daerah geografis yang membentang di Eropa modern dan Timur Tengah. Sementara penelitian sebelumnya menunjukkan kalau keleluhuran bersama itu ada, mereka belum menunjukkan seberapa besar atau seberapa jauh pencampuran populasi dapat dilacak.
Analisa data genetik yang tersedia secara publik dari 40 populasi mencakup Afrika Utara, Timur Tengah, dan Asia Tengah, dilakukan oleh mahasiswa doktoral Priya Moorjani dan Alkes Price, asisten profesor program studi epidemiologi genetika dan molekuler di jurusan epidemiologi di Sekolah Tinggi Kesehatan Masyarakat Harvard.
Moorjani melacak leluhur genetik menggunakan metode yang disebut rolloff (metode gulir), yang dikembangkan di laboratorium Reich, membandingkan ukuran dan komposisi rentang DNA antara dua populasi manusia sebagai alat memperkirakan kapan mereka bercampur. Semakin kecil dan semakin patah segmen DNA, semakin tua waktu pencampuran.
Moorjani menggunakan teknik ini untuk memeriksa genom populasi Eurasi barat modern untuk menemukan signatur leluhur Afrika sub sahara. Ia melakukannya dengan melihat segmen kromosom pada DNA Eurasia barat yang sesuai dengan Afrika sub sahara. Dengan memplot distribusi segmen ini dan memperkirakan laju peluruhan genetiknya, lab Reich mampu menentukan perbandingan leluhur genetika Afrika yang masih ada, dan menarik waktu perkiraan kapan populasi Eurasia barat dan Afrika sub sahara bercampur.
“Peluruhan genetik berlangsung sangat lambat,” jelas Moorjani, “jadi sekarang, ribuan tahun kemudian, ada cukup bukti bagi kita untuk memperkirakan waktu pencampuran populasi.”
Sementara para peneliti tidak menemukan signatur genetika Afrika dalam populasi Eropa utara, mereka menemukan keberadaan nyata leluhur Afrika pada populasi Eropa selatan, Timur tengah dan Yahudi. Kelompok Eropa selatan modern dapat menyumbangkan sekitar 1 hingga 3 persen signatur genetiknya pada leluhur Afrika, dengan populasi pencampuran berasal dari 55 generasi, rata-rata – yaitu sekitar 1600 tahun lalu. Kelompok Timur tengah mewarisi sekitar 4 hingga 15 persen, dengan populasi pencampuran berasal dari sekitar 32 generasi. Aray populasi Yahudi yang luas dapat menarik leluhur Afrika sub saharanya sekitar 72 generasi, rata-rata, bertanggung jawab atas 3 hingga 5 persen makeup genetik mereka saat ini.
Menurut Reich, penemuan ini mengalamatkan debat yang sudah lama mengenai pengaruh kebudayaan Afrika di Eropa. Waktu pencampuran populasi ini sesuai dengan peristiwa sejarah yang didokumentasikan. Sebagai contoh, pencampuran populasi Afrika dengan Eropa selatan bertepatan dengan peristiwa saat Kekaisaran Romawi dan migrasi Arab yang mengikutinya. Waktu pencampuran lebih tua pada populasi Afrika dan Yahudi sesuai dengan peristiwa-peristiwa di masa injil, seperti pengungsian Yahudi yang terjadi pada abad ke-8 hingga ke-6 SM.
“Studi kami tidak membuktikan kalau leluhur Afrika berasosiasi dengan migrasi ini berasosiasi dengan peristiwa-peristiwa dalam injil yang didokumentasikan para arkeolog,” kata Reich, “namun menarik untuk dispekulasikan.”
Reich terkejut melihat kesamaan leluhur antara kelompok yahudi Ashkenazi dan non-Ashkenazi. “Saya tidak pernah yakin kalau mereka sungguh-sungguh berhubungan satu sama lain,” kata Reich, namun ia sekarang menyimpulkan kalau penemuan labnya memiliki implikasi genetik dan budaya yang signifikan. “Batasan populasi yang banyak orang pikir tidak dapat ditembus, kenyataannya, tidak demikian.”
Referensi Jurnal :
Priya Moorjani, Nick Patterson, Joel N. Hirschhorn, Alon Keinan, Li Hao, Gil Atzmon, Edward Burns, Harry Ostrer, Alkes L. Price, David Reich. The History of African Gene Flow into Southern Europeans, Levantines, and Jews. PLoS Genetics, 2011; 7 (4): e1001373 DOI:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar