"Ini kemajuan besar. Sekarang kami benar-benar bisa melihat bagaimana CME bergerak di angkasa. Sangat mengagumkan bisa melihatnya dan ini benar-benar membantu prediksi kami," kata Alysha Reinard dari Space Wheater Prediction, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) kemarin.
Proses evolusi tersebut berhasil diungkap ketika wahana antariksa Stereo A berhasil menangkap pergerakan lontaran massa korona pada tahun 2008. Saat itu, Stereo A sedang berada dalam posisi 45 derajat di orbit Bumi sehingga lima kamera yang dimilikinya bisa melihat pergerakan lontaran massa korona dengan jangkauan lebih luas.
Berdasarkan rekaman video tersebut, lontaran massa korona diketahui mengalami perubahan bentuk dan intensitas cahaya dalam perjalanannya dari korona ke Bumi. Gambaran lengkap tentang perubahan bentuk dan intensitas cahaya itu bisa diamati lebih detail dalam gambar di atas dan video berikut.
Rekaman video evolusi lontaran massa korona baru dirilis kemarin karena sulitnya memproses citra yang ditangkap Stereo A. Saat lontaran massa korona memasuki orbit Venus, ia menjadi 1 milyar kali lebih redup dari cahaya Bulan Purnama. Ilmuwan harus menemukan teknik tertentu sehingga bisa menyajikannya dalam citra yang mudah ditafsirkan.
Dengan terungkapnya evolusi itu, ilmuwan bisa memprediksi lebih akurat kapan lontaran massa korona atau badai Matahari sampai ke Bumi serta dampak yang mungkin muncul. "Di masa lalu, prediksi terbaik kami punya plus minus sekitar 4 jam. Proses yang ditunjukkan dalam video ini bisa mengurangi error itu," kata Reinhard.
Selain mengungkap proses evolusi, dengan Stereo A, ilmuwan juga berhasil mengidentifikasi daerah aktif di bawah permukaan Matahari pemicu lontaran massa korona, sehari atau dua hari sebelum lontaran benar-benar terjadi. "Ini adalah waktu yang sangat dinamis dalam sejarah heliofisika," kata Madulika Guhatharkuta, ilmuwan program Stereo NASA, seperti dikutip SPACE.com kemarin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar