Islam, Gender, dan Pluralisme


Tulisan ini berawal dari kegelisahan akan adanya fenomena pengidentikan Islam dengan agama yang gender dan kontra pluralisme. Untuk menjawabnya simpel bisa saya katakan itu TIDAK BENAR! Tapi tentunya bukan itu jawaban yang diharapkan dalam dialektika. Mungkin sebagian dari teman-teman yang beragama Islam akan setuju dengan saya namun bagaimana dengan mereka pemeluk agama lain yang kurang pengetahuannya tentang Islam? Untuk itulah agar suasana dialiektis tumbuh diantara sesama umat beragama maka diperlukan pendekatan-pendekatan dalam mengkaji suatu fenomena untuk kita ketahui dan pahami bersama. Karena isu Gender dan Pluralisme masuk dalam kajian lintas agama dan budaya, maka salah satu kajian yang menarik untuk kita tempuh adalah kajian historis yang akan menjawab dengan tegas tesis yang berkembang “apakah Islam itu benar-benar agama yang gender dan kontra pluralism?”.



Pendekatan historis yang tersajikan berikut ini memberikan kita wawasan baru dan menjawab segala pemikiran-pemikiran yang berkembang yang ingin menyudutkan Islam sebagai agama gender dan kontra pluralisme. Karena agama Islam lahir dalam kondisi carut-marutnya masyarakat arab pada zaman jahiliyah yang dianggap sebagai zaman terburuk sepanjang sejarah umat manusia, maka penelusuran peran Islam atau lebih tepatnya kedatangan Islam dan perubahan-perubahan yang dilakukan Rasulullah pada zaman ini sangat perlu kita lakukan untuk mengahapus stigma terhadap Islam tersebut diatas yang seakan ingin menyudutkan Islam dengan mengambil klaim yang sangat dangkal tanpa pendekatan historis yang memadai bahwa Islam itu agama yang gender dan memusuhi pluralisme. Kita mulai dengan melihat kondisi-kondisi masyarakat zaman Jahiliyah sebelum Islam datang dan kemudian akan diikuti dengan perubahan-perubahan yang dibawa Islam yang telah mengangkat harkat wanita arab pada waktu itu.




Kondisi Masyarakat Sebelum Kedatangan Islam



Zaman jahiliyah adalah zaman yang terkejam terhadap kaum perempuan arab dan para budak. Nyawa manusia begitu murahnya seakan tidak pernah dihargai keberadaanya apalagi bagi mereka kaum budak dan kaum perempuan arab. Kondisi tak manusiawi ini bukan dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan atau rendahnya peradaban manusia arab pada waktu itu melainkan karena mereka masyarakat arab jahilah saat itu berada dalam kondisi buta akan kebenaran. Hal ini karenakan juga tidak berjalannya sistem hukum yang ada karena tangan-tangan penguasa yang identik dengan kuasa laki-laki. Pada zaman inilah kondisi masyarakat Barbar yang sesungguhnya, suatu kondisi siapa kuat maka dia yang menjadi pemenang. Feodalisme berkelas menjadi ciri khas yang diterima tanpa pernah kritikan.



Penguburan hidup-hidup atas bayi perempuan yang lahir adalah kebiasaan masyarakat jahiliyah waktu itu dengan alasan bahwa mereka takut kalau kelak suatu hari anak gadisnya akan diperkosa maka lebih baik dibunuh sejak bayi. Alasan lainnya yaitu mereka taku melarat dengan membesarkan bayi perempuan karena pada waktu itu sangat kuat dogma yang beredar dimasyarakat bahwa perempun lemah tidak mampu bekerja dan mencari uang untuk keluarga. Warisan bukan milik perempuan namun hanya mutlak milik laki-laki itupun harus bukan dari golongan budak atau hamba sahaya.



Lebih parahnya lagi, ada sekelompok binatang tertentu yang mereka larang untuk kaum perempuan memakannya. Ada juga binatang-binatang tertentu yang ditetapkan tidak bisa dipakai pergi haji. Bahkan mereka menetapkan binatang-binatang khusus untuk dimakan oleh penjaga-penjaga berhala mereka. Sungguh mereka telah menghinakan sesama manusia pada waktu itu dan mereka mengada-ada sesuatu dengan mengatasnamakan tuhan.




Perubahan yang dibawah oleh Rasulullah SAW

Karena kondisi yang demikian barbar itulah banyak juga dari kalangan kaum arab jahiliyah yang mendambakan sosok seorang pemimpin yang akan merubah kondisi masyarakat. Jauh sebelum kelahiran Rasulullah sudah tersebar kabar bahwa aka nada seorang Rasul yang akan membawa cahaya buat masyarakat arab dan mereka senantiasa mencari hingga diberbagai daerah bagian jazirah Arab. Maka diutuslah Rasulullah kemudian sebagai pemimpin yang membawa ajaran Islam yang akan merubah kondisi masyarakat waktu itu.


Kedatangan Rasulullah pada zaman ini mengangkat derajat wanita yang sangat tidak dihargai pada waktu itu. Rasulullah dengan tegas menyampaikan bahwa perempuan adalah mahluk yang setara dengan dengan laki-laki dan tidak benar jika ada tindakan-tindakan yang mencoba untuk melakukan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ada beberapa perubahan-perubahan yang dibawah oleh rasulullah dan sekaligus hal ini bisa menepis isu bahwa Islam adalah agama yang gender, yaitu:


a. Hakikah. Hakikah sebelum kedatangan Muhammad SAW. itu hanya dilakukan pada bayi lak-laki dan ini sangat terkait dengan kondisi masyarakat jahiliyah yang sangat paternalistik. Maka Beliau melakukan reformasi sistem hakikah yang sesuai dengan nilai-nilai islami yaitu dengan memberikan legalitas untuk melakukan hakikah bagi bayi perempuan atas nama kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.


b. Kebiasaan Menggondong bBayi Perempuan. Dikarenakan anak laki-laki rasulullah tidak ada yang berumur panjang maka beliau sering nampak bermain dengan anak perempuannya di halaman rumah dan bagi masyarakat arab pada waktu itu hal tersebut merupakan kebiasaan yang sangat terlarang. Melihat Rasulullah menggendong bayinya di halaman rumahnya, segera seorang sahabat menegur bahwa itu bukan kebiasaan yang orang-orang lakukan dengan santai rasulullah menjawab bahwa tidak ada perbedaan bagi laki-laki dan perempuan di mata Allah. Dengan segera masyarakat waktu itu sadar bahwa selama ini mereka berasa dalam sistem yang sangat represif dan penuh kepentingan bagi mereka yang berkuasa (laki-laki).

c. Warisan. Sebagaimana disebutkan diatas bahwa warisan itu hanya milik kaum laki-laki yang bukan budak, laki-laki budak tidak masuk dalam hukum warisan ini. Setelah kedatangan Rasulullah, hukum tentang warisan tersebut dirubah dan memberikan wanita bagian dalam warisan. Ini sangat mengangkat derajat wanita karena pada waktu itu laki-laki arab seenaknya menikah dan meninggalkan istrinya tanpa warisan bagi mereka untuk bertahan hidup. Rasulullah membuka pemikiran masyarakat bahwa wanita juga berhak mendapatkan property dari suaminya sebagai tempat mereka tinggal. Hal ini dilakukan agar para Istri tidak terlantar suatu saat jika suami-suami mereka mencoba untuk berbuat curang.

d. Mahar. Dahulu mahar itu bukan hak untuk mempelai wanita melainkan hak bagi walinya. Rasulullah membuat undang-undang yang sampai saat ini dijalankan oleh masyarakat arab yaitu mahar untuk mempelai wanita. Mahar ini tidak seperti layaknya di Indonesia hanya terdiri atas seperangkat alat sholat dan cincin emas melainkan berupa kapital atau property agar mereka tidak terlantar kelak jika suami mereka meninggal atau berbuat curang. Inilah yang mengakibatkan laki-laki arab sangat sulit menikah dengan wanita arab karena mereka harus menyediakan segala keperluan pokok seperti rumah beserta isinya dan keperluan pokok lainnya. Namun untuk membantu warganya pemerintah arab melakukan subsidi untuk mahar bagi rakyatnya yang ingin menikah. Jadi sangat jelas bahwa dengan adanya aturan ini harkat dan martabat perempun ditinggikan oleh Islam tidak seperti yang dilakukan budaya Jahiliyah.


e. Meluruskan ajaran poligami. Hukum pologami pada waktu itu adalah boleh menikahi wanita tanpa adanya batasan dalam hal jumlah dan lebih parahnya lagi mereka tidak mendapatkan warisan apapun dari suami-suami mereka. Jadi mereka seenaknya menikah dan menceraikan istri-istri mereka. Tetapi pasca kedatangan rasulullah aturan tersebut direvisi dengan membatasi menjadi 4. Angka 4 dipilih karena pada waktu itu angka terbanyak yang disebutkan oleh orang arab apabila diminta untuk berhitung. Dalam hal ini rasulullah menekankan aspek keadilan dalam hal berpoligami dan jelas bahwa ajaran poligami itu murni buatan budaya jahiliyah rasulullah hanya menyempurnakan ajaran tersebut untuk keadilan bagi mereka. Langkah ini dilakukan rasulullah sebagai kohesi sosial yang damai tanpa harus merombak struktur masyarakat yang ada secara total karena perombakan total pasti akan mendapatkan perlawanan dari masyarkat sekitar. Rasulullah menekankan bahwa apabila tidak mampu untuk adil maka seseorang berhak menikahi satu wanita saja. Rasulullah juga melakukan poligami bukan untuk tujuan kebutuhan biologis. Tercatat bahwa lebih dari dua puluh wanita yang beliau nikahi dalam kurun waktu tujuh tahun hanya sebagai syarat perang untuk melapaskan perempuan-perempun tawanan perang dari perbudakan, setelah akad nikah Rasulullah tidak pernah lagi bertemu dengan wanita-wanita yang dinikahinya tersebut. Jadi ini bisa menepis isu lain bahwa Rasulullah itu senang berpoligami karena beliau menikah dengan wanita-wanita tersebut hanya sebagai syarat pembebasan mereka dari perbudakan tanpa diikuti oleh kebutuhan biologis.


f. Hijab. Semasa rasulullah tidak ada hijab di mesjid nabawi sehingga laki-laki dan perempuan dengan bisa berdiskusi satu sama lain untuk membicarakan hal-hal yang menjadi isu hangat pada waktu itu. Disini juga kita lihat bagaimana rasulullah menbangun suasana dialogis dikalangan umantnya.



Itulah diatas fakta-fakta sejarah yang menunjukkan usaha rasulullah untuk memuliakan kaum wanita. Jadi apakah hipotesis bahwa islam itu agama yang memandang rendah harkat dan martabat wanita itu masih tetap bisa dipertahankan?????? Saya kira jawabannya sudah cukup jelas buat kita semua yaitu ajaran islam sangat memuliakan wanita seperti yang telah dicontohkan oleh rasulullah.


Memang tidak bisa kita pungkiri bahwa setelah kepergian rasulullah islam dihadapkan kembali dengan budaya feodal yang sangat kejam dan perempuan kembali menghadapi berbagai rintangan seperti dilarang untuk tampil di dpn umum dll. Namun sekiranya jelas bahwa risalah islam itu tidak gender dikarenakan yang membuat gender adalah budaya yang sarat akan muatan pateernalistik yang dilakoni oleh laki-laki yang memimpin. Kemampuan para pemimpin Islam setelah rasulullah hingga saat inilah yang wajib meluruskan dan menghidupkan kembali ajaran-ajaran rasulullah yang sangat jelas memuliakan kaum wanita. Jadi sangat jelas bahwa Inti ajaran Islam itu sangat menjunjung tinggi harkat dan derajat kaum perempuan. Jikalau terdapat suatu budaya yang mengaku Islam tapi mereka mendiskriminasikan perempuan maka hal yang pertama harus kita kritisi adalah pemimpin-pemimpin serta kebudayaan-kebudayaan buatan untuk menyukseskan kepentingan-kepentingan pihak-pihak tertentu.


Terkait soal apakah islam itu kontra terhadap pluralisme atau tidak, maka fakta sejarah berikut penting untuk kita ketahui bersama yaitu bahwa banyak dari istri-istri rasulullah atau banyak dari wanita-wanita yang beliau nikahi untuk keperluan pembebasan dari perbudakan adalah berasal dari agama selain islam yaitu yahudi dan Kristen koptik. Bentuk pengakuan akan pluralitas dan penghargaan hak-hak perempuan dari rasulullah yang patut menjadi contoh yaitu rasulullah bisa saja meminta wanita-wanita tersebut untuk masuk islam sebagai syarat membebaskan mereka dari perbudakan atau Rasulullah bisa saja secara diskriminatif memilih wanita-wanita muslim saja untuk beliau merdekakan dari perbudakan tapi jalan tersebut tidak ditempuh oleh rasulullah karena beliau sangat menghargai keberagaman umat beragama dan memuliakan perempuan. Bahkan pada saat setelah penaklukkan kota makkah maka rasulullah menitipkan kunci ka’bah kepada seorang yang beragamayahudi karena beliau mempercayai kejujurannya. Sangat banyak fakta sejarah yang bisa membuktikan bahwa hipotesis islam itu kontra terhadap pluralitas kedua fakta tersebut diatas saya rasa sudah cukup untuk kesempatan kali ini dikarenakan dibutuhkan berlembar-lembar halaman untuk membahasa semuanya. Untuk penelusuran lebih lanjut perlu dilakukan kajian mendalam akan fakta-fakta sejarah lainnya.

Perlu kita ketahui bersama bahwa islam sangat menghargai pemeluk agama lain sebagaimana yang diperlihatkan oleh rasulullah. Namun banyak dari pemimpin-pemimpin dan umat yang mengaku islam menggunakan kekerasan atas nama agama dan saya yakin dan pasti hal tersebut sangat melenceng dari ajaran yang dibawa Islam. Juga yang perlu kita pahami bersama bahwa setiap agama membawa klaim kebenaran terhadap ajaran agamanya masing-masing maka dibutuhkan kebijaksanaan kita untuk menghargai keyakinan mereka tanpa harus meyakini apa yang mereka yakini. Modal dasar untuk berdialog dengan agama lain adalah harus memahami agama kita terlebih dahulu secara holistik baru mempelajari ajaran agama lain. Hal ini untuk menghindari kesalahpahaman antara pemeluk agama.


Terakhir, jika harus menyimpulkan pandangan tentang pluralisme terlepas dari pemahaman defenisial yang mungkin bisa berbeda satu sama lain, maka pluralisme sebaiknya kita pahami sebagai pengakuan akan eksistensi agama-agama lain. Adapun setiap agama mempunyai keyakinan ketuhanan yang mereka yakini sebagai kebenaran mutlak, hal tersebut adalah privasi agama itu sendiri tanpa harus diganggu-gugat oleh pemeluk agama lain. Yang harus kita lakukan sebagai pemeluk agama adalah mengakui keberadaan agama lain dan hidup berdampingan secara damai dengan mereka tanpa harus mempercayai apa yang mereka percayai karena hal tersebut adalah hak privasi setiap agama. Dibutuhkan kebijaksaan kita sebagai pemeluk agama yang berbeda untuk menghargainya.Ini dilakukan untuk kehidupan bersama yang lebih damai. Janganlah kita menjadi manusia yang memposisikan diri sebagai Tuhan dengan membuat menjustifikasi bahwa apa yang pemeluk agama lain yakini tentang tuhannya adalah salah atau benar.

Sekian dan terima kasih….
wassalam…Salam Hangat,

Haeril Halim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar