Kaum yang Terlaknat



Wahai saudaraku. Mampukan dirimu untuk bersabar, karena Allah SWT akan menguatkan dan membuatmu mampu. Tekunlah dalam hal ini, sebab Dia akan memudahkanmu. Engkau akan bertahan, selama masih ada kesabaran di dalam dirimu demi mengagungkan-Nya. Namun jika engkau bersedih, berkeluh kesah, bahkan menentang-Nya, maka Dia akan semakin memberikan ujian yang lebih berat. Bencana dahsyat pun akan datang bertubi-tubi – seperti yang kini sering terjadi – tanpa kenal ampun. Hingga engkau pun termasuk dalam golongan orang yang mati sia-sia dan celaka.

Ya. Jika demikian kondisi hatimu – menentang kehendak-Nya -, maka bersiaplah menjadi seorang yang munafik. Sebab, orang yang munafik itu adalah dia yang senang menggadaikan kenikmatan akheratnya dengan kesenangan semu duniawi ini, atau menjual Tuhannya untuk makhluk. Ia tidak percaya dengan sesungguhnya bahwa Tuhan adalah Yang Maha Kaya dan Berkuasa tanpa tandingannya. Sehingga ia tidak meminta hanya pada-Nya, melainkan kepada sesuatu yang lain dari-Nya.



“Mari tinggalkan kecintaan yang berlebihan terhadap dunia. Biarkan cinta sejati (kepada Allah SWT) saja menjadi fokusmu. Sebab, tidak mungkin ada dua objek yang berlawanan berada di dalam satu wadah hatimu sekaligus”


Saudaraku, janganlah berlaku seperti itu, karena lambat laun akan membangkitkan kemurkaan Allah SWT beserta kebencian-Nya. Celakalah dirimu, jika lisanmu mengucapkan ketaqwaan, tahmid (Alhamdulillah) dan tahlil (Lailaha illallah), sementara hatimu berbuat jahat dan dusta. Celakalah engkau, bila lidahmu berucap syukur (Alhamdulillah) dengan jumlah yang tak terhitung banyaknya, namun hatimu memberontak dan protes pada takdir dan ketetapan-Nya.


Sungguh, engkau keterlaluan. Engkau biasa mengakui adanya Tuhan dan menyembahnya, namun kau masih suka kemusyrikan. Engkau bilang tunduk kepada Tuhan, sedangkan bagaimana dengan ketakutanmu kepada para penguasa dan jin kafir. Engkau berkata sangat mengagungkan Allah SWT dalam segala hal, tapi sejatinya kau pun mempercayai dukun, makam-makam para wali dan ulama, bahkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dukun, para wali, ulama juga ilmu pengetahuan dan teknologi bukanlah Tuhan, lalu kenapa engkau sering menyandarkan nasibmu pada mereka? Atau mengapa dirimu kerap mendudukan mereka setara dengan Tuhanmu?



O.. Seandainya engkau memiliki pemahaman tentang tauhid dan sebenar-benarnya telah mengagungkan-Nya, maka tentulah kau pun menjauh dari hal-hal di atas. Pastilah engkau tidak meminta kepada selain-Nya. Seorang Mukmin tidak akan terus menuruti hawa nafsunya. Karena baginya, maka tidak ada kata “berdamai” dengan hawa nafsu. Ia sadar bahwa hawa nafsu hanya akan mengajaknya untuk terus membangkang dari aturan Tuhan, atau merayunya untuk meminta kepada selain-Nya. Sehingga selamanya ia akan mengobarkan perang suci demi keselamatan dan kemuliaan.


“Allah SWT tidak meridhai dunia bagi kekasih-Nya. Dia akan membersihkan hati kekasih-Nya itu dengan condong pada akherat. Sebab, bila cinta pada dunia, maka ia akan cinta pada hawa nafsu. Sedangkan saat ia cinta pada hawa nafsu, tentulah ia akan terus menuruti kesalahan dan menjadi makhluk yang lemah”


Jangan pula kau senang dengan keletihan yang dibuat oleh syaitan, karena menuruti hawa nafsumu. Jangan mau diperdayai oleh iblis, saat engkau sibuk bertahlil (mengucapkan kalimat; Lailaha illallah) tetapi hanya di bibir. Justru seharusnya engkau meletihkan segala tahlilmu itu dalam pentauhidan hati. Sertai dengan isi ucapan yang mengandung kesadaran hakekat dan keikhlasan yang mumpuni. Sebab, jika ucapan saja tanpa isi tindakan yang ikhlas dan memahami hakekatnya, maka akan menjadi hal yang sia-sia, bahkan bisa mendatangkan dosa.


Lalu, jangan hiraukan ucapan orang-orang munafik yang berlagak seperti orang alim. Atau tindakan mereka yang sering menunjukkan bahwa mereka seolah-olah hamba yang shalih. Mereka pun kerap mempertontonkan keahlian dalam berdalil dan ceramah yang hebat, padahal hanya demi uang dan popularitas. Sehingga, mereka bukan termasuk sebagai wali atau ulama pewaris Nabi, melainkan sosok pengemban perintah syaitan.


Ketahuilah, bahwa predikat kewalian bukan di ukur dari karomah (kemampuan lahir/kesaktian), banyaknya pengikut apalagi penampilan lahir. Tetapi semua itu dari Allah SWT Yang Mengetahui diri seseorang yang sebenarnya. Segala sesuatunya di lihat dari apa yang mendiami kalbu tiap hamba-Nya. Dan gelar ini hanya diperuntukkan kepada hamba yang bertakwa, mendalam patuhnya dan terlepas dari sifat riya`. Sehingga, sebagian besar dari mereka ini bukanlah sosok yang terkenal melainkan yang tersembunyi. Mereka tidak diketahui oleh manusia, tapi sangat di kenali oleh sesama wali dan penduduk langit (malaikat).



Namun kini, betapa sulitnya mengenali seorang wali yang sejati. Karena telah banyak di zaman sekarang yang mengaku-ngaku sebagai wali. Bahkan dari kalangan awam pun banyak sekali berpura-pura sebagai hamba yang wara` (menjaga diri) dan shalih, ketika ia mempertontonkan kemampuannya dalam menghafal dalil dan kehebatan berceramah. Padahal seandainya engkau telah mendapatkan ilmu dan menempuh jalan yang benar, maka engkau pun memiliki rasa takut yang luar biasa terhadap-Nya. Sehingga terbiasa untuk terus mengoreksi diri dan cenderung ber-uzlah (mengasingkan diri) dari keramaian duniawi. Bahkan karena tingkat kepatuhan yang tinggi, maka seorang yang mulia itu sungguh tidak ingin dikenali.


Ya. Jika dirimu adalah sosok yang beriman, maka tidaklah engkau hanya menghafal syariat agama. Sebaliknya, hanya mengamalkan semua yang diketahui itu tanpa di barengi riya` dan kemunafikan. Semua demi mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, akan bertolak belakang dengan ulama bodoh dan para shalih yang munafik, karena mereka terbiasa dengan sikap yang ber-tawakkal (berserah diri) kepada kekuatan makhluk dan melupakan Tuhan.



Mereka ini juga termasuk orang yang tekun menjalankan ibadah, tapi hanya lahiriahnya saja. Mereka rajin mengerjakan syari`at (hukum dan aturan agama), namun sebenarnya semua ibadah dan jerih payah mereka itu hanya akan membuat mereka masuk Neraka. Karena di dalam hatinya masih tercemari kemunafikkan dan riya`, yaitu melakukan setiap amal dan ibadah bukan hanya karena Allah SWT, melainkan karena ingin di puji dan di anggap shalih di antara sesama.


Sungguh, aku cemas bahwa umat ini telah menjadi kaum yang terlaknat karena kemunafikannya. Buktinya, mereka telah mengakui akan Tuhan yang Maha Kuasa. Mereka sangat bersikeras dengan mengatakan tiada Tuhan selain Allah. Namun prakteknya, berapa banyak dari mereka yang mengagungkan-Nya? Memang masih banyak kalimat takbir (Allahu Akbar) berkumandang dari menara masjid, tapi apakah mereka telah mengetahui sepenuhnya tentang hakekat kalimat itu? Atau berapa banyakkah dari mereka yang tulus melepaskan diri dari perbuatan maksiat dan zina? Padahal sebenarnya bila seseorang telah memahami kalimat takbir (Allah Maha Besar) itu, tandanya ia mesti merasa bahwa tiada yang lebih berkuasa selain Allah SWT. Ia pun pasti tidak akan berani alias takut hanya kepada-Nya dan tidak akan pernah mengabaikan-Nya. Sehingga dalam setiap tindakannya sehari-hari akan mengacu pada usaha untuk mengikuti setiap perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya tanpa terkecuali. Karena jika tidak, maka hakekatnya sama saja ia tidak lagi menegakkan kalimat takbir, atau dalam artian tidak pernah mengagungkan Allah SWT, sehingga akan sama dengan mereka yang ateis (tidak percaya Tuhan).




“Telah ku lihat dengan jelas bahwa Cahaya Ilahi menjauh pergi dari negeri ini. Bahkan kini telah diangkat tinggi dari sekeliling kita. Tidakkah kau cemas akan hal ini? Sebab tak lama lagi bisa memastikan turunnya bencana besar dan hancurnya peradaban”


O.. Kapan hati dan jiwamu bisa bersih, sementara di dalamnya masih terdapat banyak noda dan karat? Engkau masih saja menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu yang kau cintai selain-Nya. Engkau mengaku mempercayai Allah SWT, namun masih saja tidak menyakini akan kekuasaan-Nya. Engkau bicara tentang ketauhidan yang sejati, tapi tetap saja tidak mengesakan-Nya dalam banyak hal. Atau tidak lagi menyembah Allah SWT sebagai Tuhan Yang Sebenar-benarnya, melainkan menyembah tuhan-tuhan yang lainnya, seperti; berhala harta, jabatan dan popularitas.


“Untuk mendapatkan keselamatan, maka kau harus berpikir tentang sejauh mana pengetahuanmu tentang kekuasaan-Nya, kerajaan-Nya, kehendak-Nya, serta sifat-sifat-Nya. Karena dengannya nanti tentu cintamu akan bertambah. Sebab, tersingkapnya keindahan Tuhan”


Bagaimana kau menyebut dirimu sebagai seorang hamba yang hanya menyembah Allah SWT, sedangkan hatimu masih disandarkan pada kekuatan makhluk. Kau serahkan semua kebutuhanmu hanya kepada sesama manusia, benda, atau wasilah (perantara seseorang), dengan merasa tidak yakin jika Allah SWT lah yang mengatur dan menganugerahkannya kepadamu. Lalu, apakah ini bukan munafik dan syirik namanya, jika lahiriahmu menyembah Allah SWT namun hatimu tidak yakin pada kekuasaan-Nya? Atau dengan kata lain, kau bertindak tidak sesuai dengan apa yang ada di hatimu dan perintah-Nya.


Wahai orang munafik. Bertaubatlah dengan sebenar-benarnya tobat. Karena bagaimana kalian membiarkan hawa nafsu dan syaitan menertawakan dirimu. Ia melecehkanmu – dengan membuatmu – ketika shalat, puasa, zakat, sedekah dan haji hanya demi manusia dan bukan karena Allah SWT. Riya` dan popularitas adalah tujuan akhirmu. Engkau pun banyak menghafal ayat-ayat Al-Qur`an dan Hadits, tapi bukan untuk mengamalkannya, melainkan demi dianggap mumpuni dan seorang yang shalih diantara sesama. Atau engkau sangat senang dengan sambutan hangat dan pujian manusia atas dirimu. Padahal sebenarnya dirimu adalah pembawa sial bagi orang-orang yang kau nasehati dan didik untuk mengikutimu. Engkau ahli riya`, munafik, pengikut dajjal dan pemimpin mereka dalam kehancuran dan murka Ilahi.



Sehingga, celakalah engkau jika tidak menyadari kekeliruan ini dan segera memohon maaf. Sebab, sebentar lagi engkau akan dilanda kemalangan yang besar dan bencana yang luarbiasa dahsyatnya. Dan setiap kehormatan tidak bisa diraih dalam sekecilpun kemunafikkan. Terlebih debu-debu dan karat yang ada di dalam hatimu tidak pernah kau bersihkan. Yang membuat pandangan batinmu selalu terhalang menuju pada Tuhan Yang Maha Suci.


Untuk itu saudaraku, keluarlah dari golongan orang yang bodoh dan para pencari duniawi, niscaya engkau akan bersama Tuhan mu. Tugasmu cukup hanya patuh pada setiap perintah dan larangan-Nya (Al-Qur`an dan As-Sunnah), dan tak perlu lagi mengotak-atiknya. Tidak usah cemas karena akan tidak terkenal, bahkan diasingkan dari masyarakat, karena Dia akan terus menemanimu. Dan jika engkau berpegang teguh pada sikap ini, maka Dia akan mengajarimu cara untuk bisa zuhud (mengendalikan nafsu), bersyukur dan meraih kebahagiaan sejati. Bahkan dengan kasih-Nya, kau akan menjadi sosok yang dapat membedakan kebenaran dan kebatilan. Seorang yang menjadi pewaris para Nabi dan pengembang perintah Tuhan.


Semoga kita terhindar dari sikap hina di atas. Mari kita memperbaiki rusaknya akhlak dari umat ini. Karena jika tidak, maka tunggulah bahwa murka dan hukuman dari Allah SWT akan segera menghampiri, membuat semua yang telah susah payah dibangun akan musnah. Sedangkan penyesalan adalah sesuatu yang pasti dirasakan dalam kehinaan.

Mashudi Antoro

[Cuplikan dari buku "Kajian Hati, Isyarat Tuhan", karya: Mashudi Antoro]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar