Vulkanolog-Arkeolog-Geolog Patahkan Teori Piramid Sadahurip


google.com

Gunung Sadahurip yang diduga terdapat bangunan Piramida di Desa Sukahurip, Pangatikan, Garut, Jabar.

Simpang siur mengenai teori keberadaan piramid di Gunung Sadahurip, Kabupaten Garut, dengan Gunung Lalakon, Kabupaten Bandung, dijawab oleh gabungan ahli gunung api, geologi, dan arkeologi sekaligus. Hasilnya, peluang keberadaan bangunan piramida di kedua gunung itu sangat kecil dan mendekati nihil.

Kesimpulan tersebut mengemuka dalam seminar yang khusus membahas teori tersebut yang diselenggarakan Ikatan Ahli Geologi Indonesia di Bandung, Jumat (3/2/2012). Hadir sebagai pembicara, Sujatmiko, geolog, Sutikno Bronto (vulkanolog), dan Lutfi Yondri (arkeolog).

Sutikno mengawali dengan memaparkan bahwa gundukan berbentuk limas di dua gunung tersebut bukanlah disebabkan tangan manusia melainkan proses pembentukan alamiah oleh gunung api muda. Bentuk limas disebabkan energi dan volume magma saat menerobos serta geometri zona lemah yang diterobos.

"Gunung ini adalah kerucut lava gunung api kuarter yang muncul dari kompleks gunung api talagabodas," ujar Sutikno.

Sujatmiko melanjutkan bahwa berdasarkan ilmu geologi dasar saja bisa diketahui bahwa Gunung Sadahurip maupun Lalakon berisi batuan, bukan struktur piramida buatan manusia.

"Satu hal yang bisa diambil manfaatnya, kontroversi ini merangsang minat masyarakat untuk belajar geologi dan lebih mengerti alam mereka," ujar Sujatmiko.

Sama halnya dengan dua orang sebelumnya, Lutfi mengatakan bahwa dari sudut pandang arkeologi, tidak ada penemuan artefak yang mendukung keberadaan piramid di sana. Bila memang ada upaya dari manusia untuk membangun sebuah struktur seperti piramid, seharusnya ada artefak yang ditemukan di sekitarnya seperti bekas peralatan dan sebagainya.

"Dalam lintasan sejarah Indonesia, tidak ditemukan bekas kebudayaan yang terkait dengan piramida," kata Lutfi.

Dia pun membandingkan piramida di Mesir yang didominasi dataran dan dihubungkan dengan pola pikir manusia zaman dulu yang beranggapan bisa dekat dengan apa yang disembah bila berada di tempat tinggi. Dibandingkan dengan kondisi Jawa Barat yang berbukit-bukit, sudah banyak artefak yang mengindikasikan orang di masa lalu lebih memilih untuk mengubah puncak gunung sebagai tempat ritual daripada membangun struktur lagi.
kcm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar