Mengungkap Sejarah Pasca Rasulullah SAW

KALAU dilihat secara umum, kajian Ahlulbait hampir sama, mengungkap sejarah pasca Rasulullah saw dan menyugukan Islam versi keluarga Nabi dengan sesekali memberikan kritik pada Islam versi Ahlussunnah atau lainnya.

Sekarang ini, kalau kita ingin mengetahui Islam versi Ahlulbait atau Syiah tidak susah karena sudah banyak buku terjemahan atau yang ditulis penulis Indonesia. Begitu juga di internet tinggal kita cari, pasti ketemu.

Memang, belajar dari ahlinya lebih utama ketimbang dari buku-buku atau dari orang yang benci Syiah. Apalagi kini banyak buku Islam Ahlulbait yang ditulis oleh orang yang bukan pengikut Ahlulbait, bahkan tidak jarang ada yang berusaha untuk menyimpangkan dari sumber yang sebenarnya. Untuk soal ini kita harus hati-hati. Karena itu, harus kritis dan tidak asal telan saja.

Suatu hari, seorang kawan saya bercerita bahwa sebuah ormas di Jakarta membuat forum yang mengundang ulama-ulama dari Arab. Sejumlah aktivis muda Islam dari ormas dan yayasan yang semazhab dengannnya diundang. Kiyai dan ustadz-ustadz yang mewakili daerah pun hadir. Tentu untuk datang ke forum tersebut panitia yang memfasilitasi dari ongkos sampai makan dan uang saku. Teman saya yang termasuk aktivis ormas pembaru di Bandung bercerita bhawa mereka membahas tentang Syiah dan Ahlulbait. Hanya sayang, yang dibahas masih mengulang-ulang bahwa Syiah itu sesat, memiliki Quran yang berbeda, Nabinya Ali, dan pelaku nikah mut’ah dijamin masuk surga kalau sudah berkali-kali, Syiah diciptakan Ibnu Saba, serta hajinya ke Karbala, Irak.

Semua itu yang disampaikan dalam forum tersebut. Orang-orang yang tidak tahu soal sejarah tentu tidak akan bersikap kritis. Menerima begitu saja kebohongan yang dilapisi dengan aksesoris bernuansa Islam.

Kalau dikonfirmasi kepada para pengikut Syiah atau ustadz yang pernah belajar Syiah di Iran dan Suriah, semua itu bohong belaka dan diada-adakan. Sejak dahulu sampai sekarang informasi yang melekat pada Syiah tetap buruk dan berulang-ulang demikian. Karena disampaikan oleh orang-orang yang bergelar kiai, ustadz, dan ulama, masyarakat biasa percaya begitu saja tanpa berani melakukan pengecekan terhadap sumbernya.

Oh iya… seorang kawan menyampaikan bahwa Kang Jalal yang buku-bukunya saya baca termasuk tokoh Syiah Asia Tenggara dan orang yang paling berbahaya. Ia melarang saya untuk tidak membaca buku-bukunya dan tidak mengikuti pengajiannya. Saya hanya tertawa dan alhamdulillah tidak terpancing untuk ikut mengutuk penganut Islam Syiah atau berhenti membaca buku-buku Jalaluddin Rakhmat. Malah, sekarang ditambah mendengarkan rekaman ceramah yang saya unduh dari situs www.audioahad.com.

Sejumlah fitnah yang dituduhkan pada Syiah atau Ahlulbait, saya kira sudah termasuk usang. Mungkin sudah ratusan judul buku yang membahas Syiah dan perbedaannya dengan Sunni dan aliran Islam lainnya. Saya membaca buku Dialog Sunnah Syiah yang disusun Syarifuddin Musawwi yang diterbitkan Mizan, membaca buku jawaban lengkap atas seminar tentang Syiah dari O.Hashem, membaca tanggapan IJABI terhadap Majalah Sabili yang menciptakan Syiah versinya sendiri yang tidak sesuai dengan pemahaman Syiah yang sebenarnya. Kemudian ada juga buku yang ditulis dengan nama samara dari Arab Saudi yang menyatakan alasan keluar dari Syiah. Setelah dikaji dan ditelusuri ternyata sekadar memprovokasi orang agar tidak masuk Islam Syiah dengan alasan yang sama yang kerapkali digunakan orang-orang yang mengaku Ahlussunnah ketika berdebat dengan orang Syiah.

Seorang ulama Indonesia, Muhammad Quraish Shihab menulis buku Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan, Mungkinkah? Beliau memaparkan dalil-dalil yang digunakan Syiah dalam beragama dan alasan mengapa lebih mengutamakan keluarga Nabi ketimbang sahabat. Juga berkaitan dengan ushuluddin dikupas berdasarkan sumber-sumber yang tepecaya dari Syiah. Kemudian mengambil kesamaan dengan Ahlussunah dan mengangkat sejumlah argumen yang menegaskan pentingnya ukhuwah ketimbang ikhtilaf.

Eee…. bukannya disambut baik, malah orang-orang yang mengaku santri dari pesantren di Solo menggelar kajian atas buku tersebut. Sayangnya, Quraish Shihab tidak dihadirkan dan lebih mirip penghakiman terhadap buku tersebut ketimbang kajian ilmiah.

Oh iya… jadi teringat kejadian di Bangil, Jawa Timur. Pada hari Maulid tahun 2011 (12 rabiul awwal 1432), sekelompok pemuda yang mengaku Ahlussunah wal jamaah menyerbu pesantren yang dianggap menyebarkan ajaran Islam Syiah atau Ahlulbait. Mereka melakukan tindakan anarkis setelah diberi ceramah oleh kiyai dalam tabligh akbar yang tidak jauh dari kawasan pesantren tersebut.

Menjelang Tahun Baru 2012, di Sampang, Jawa Timur terjadi lagi. Sekira dua ratus orang mengungsi dan diusir dari kampung halamannya hanya karena mengamalkan ajaran Ahlulbait. Mereka diserang dan dibakar rumahnya oleh orang yang mengaku berpaham Ahlussunah yang kabarnya setelah difatwakan sesat oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jawa Timur. Padahal, sudah lama MUI Pusat sudah menegaskan bahwa Syiah dan ajaran Ahlulbait tidak sesat dan termasuk mazhab yang sah dalam Islam.

Kalau memang Syiah atau ajaran Ahlulbait itu sesat harusnya dilawan dengan dalil-dalil yang benar bukan dengan kekerasan. Menurut saya, kalau mereka terus keukeuh bahwa Syiah itu sesat harus dibuktikan dengan argumen yang kuat dan dapat diakui masing-masing mazhab. Kalau hanya sekadar menurut ulamanya, ya pasti beda dengan ulama yang lainnya.

Silakan gelar dialog antarmazhab dalam forum nasional dengan menghadirkan wakil masing-masing mazhab dan ormas yang bersangkutan. Tidak perlu provokasi dan melakukan bakar pesantren dan rumah yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Bukankah Islam itu rahmatan lil ‘alamin? Soal sesat dan tidak pun harusnya dilakukan dengan konteks demikian, bukan malah menunjukkan Islam laknatan lil ‘alamin.

Tampaknya orang yang mengaku membenci ajaran Ahlulbait sudah tidak waras lagi dalam menjalankan agamanya. Beragamanya sudah tidak berdasarkan pada Al-Quran dan Rasulullah saw, tapi pada otot dan kekerasan. Mereka seolah-seolah sudah menjadi Tuhan yang memvonis seseorang dan masyarakat tertentu sebagai makhluk-makhluk neraka. Mereka tak sadar bahwa kebenaran yang sebenarnya milik Tuhan. Biarlah Allah dan Rasulullah saw kelak yang menentukan sesat dan tidaknya seseorang dalam beragama.

Menurut saya, selama masih shalat menghadap kiblat, berhaji ke Baitullah, mengakui Allah sebagai Tuhan dan Muhammad saw sebagai Nabi akhir zaman, menunaikan amalan syariat Islam seperti puasa dan zakat, mengambil hukum dan ajaran dari Al-Quran dan Rasulullah saw, serta merujuk padanya dalam berperilaku dan menjalankan agama, saya kira termasuk seorang Muslim alias umat Islam.

Ada pun perkara siapa yang berhak menjadi washi atau Khalifah Islam setelah Rasulullah saw wafat, dapat dibicarakan dalam kajian-kajian sejarah dan wacana ilmiah.

Kemudian soal rukun Iman dan Islam yang beda sebenarnya bukan perkara yang pantas diributkan. Selain Ahlussunah dan Syiah (Ahlulbait), Mu’tazilah dan Khawarij juga punya landasan yang berbeda dalam urusan rukun Iman dan Islam. Kalau mau dibincangkan, buatlah forum kajian teologi secara nasional. Ini saya kira lebih baik dan akan membuka khazanah umat Islam dalam ilmu-ilmu keislaman, khususnya aqidah Islam.

Alhamdulillah, di TV One pada berita pagi (2 Januari 2012), seorang Ketua MUI Pusat; KH Umar Shihab menyatakan dengan tegas bahwa Syiah tidak sesat dan para ulama dalam forum-forum internasional menyatakan Syiah atau ajaran Ahlulbait termasuk dalam Islam. Umar Shihab juga menegaskan, Syiah dan Ahlussunah adalah dua mazhab besar dalam Islam yang berkembang hingga sekarang dan termasuk mazhab yang sah dalam Islam.

ahmad sahidin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar