Sarkofagus gunung Arjuna sebuah peninggalan jaman megalitikum



Tulisan ini berdasarkan jurnal ekspedisi saya pada 22 Juli 2010.
Udara malam menyelimuti dan mulai merasuk hingga ke sumsum tulang, nafas mulai terasa sesak dengan kabut tipis yang mengendap di hutan pinus laluan yang saya tempuh. Perlahan tapi pasti kaki-kaki yang masih kokoh ini menderap setapak demi setapak mengikuti jalan tikus menuju bukit Lesung. Jam masih menunjukkan 02.30 dinihari...perjalanan saya anggarkan hanya memakan waktu 1,5 jam saja tapi kabut tipis ini menahan laju perjalanan saya...well..mau apa dikata, memang beginilah kalau sedang berjalan di gunung.
Jam 04.45 sampailah saya digubuk bukit Lesung atau warga setempat memanggilnya Putuk Lesung, setelah beristirahat sebentar serta menghangatkan badan dengan membuat api unggun kecil, membuat kopi, dan beberapa batang rokok saya memutuskan untuk tidak berbuat apa-apa lagi selain menunggu pagi ( kayak lagunya Peterpan aja..wakakaka ).


Matahari mulai menampakkan keperkasaannya, sinar hangatnya mencoba mencairkan kebekuan dalam relung-relung raga yang telah cukup dihantam dinginnya malam selama perjalanan. Api unggun yang mulai padam mulai berkobar kembali setelah beberapa ranting kering ditambahkan. It's time for another cup of coffee...




Let's start ...situs yang yang satu ini memang tergolong unik, bukan karena bentuknya yang menyerupai lesung ( tempat menumbuk padi ), mungkin begitu anggapan sebagian orang dan juga tanggapan dari pihak purbakala ( yang menurut saya kurang ambil peduli dengan temuan seperti ini, karena kurangnya dana penelitian dan juga tiada temuan berharga lainnya dilokasi ).



Lokasi ini tepatnya berada + 1740 m dpl dan dapat anda ketahui pasti di Google maps atau Google Earth dengan koordinat 7° 46' 10.01" S 112° 38' 4.21" E . dilokasi yang berukuran 3.7 m X 3.4 m ini bagaikan sebuah pondasi rumah yang hendak dibangun, berlantaikan batu berukuran + 30 - 35 cm dan memiliki ketebalan hingga + 10 cm yang terpahat rata hampir menyerupai ubin batu jaman sekarang.






Batu berbentuk seperti perahu ini memang sepintas mirip lesung mengingat bahwa penemu batu ini adalah penduduk setempat yang notabene adalah para petani atau pekebun yang sedang mencari kayu bakar atau sedang merumput untuk ternak-ternak mereka dan biasa menggunakan lesung sebagai tempat menumbuk padi.



para wanita menumbuk padi menggunakan lesung di daerah Malang Jawa Timur


lesung kayu dari Jawa Tengah


lesung batu abad 18 dari Lingga -Riau


Saya sama sekali tidak mendapatkan data-data sama sekali dari pihak terkait tentang situs ini, yang mengherankan adalah pihak berwenang hanya membiarkan saja pandangan publik atau masyarakat awam tentang keberadaan benda purbakala seperti ini, anggapan bahwa pahatan batu ini adalah sebuah lesung batu adalah terlalu tergesa-gesa.


Batu berbahan dasar andesit dan berbentuk perahu ini berukuran panjang + 175 cm, lebar + 70 cm, tinggi + 50 cm dengan ketebalan + 10 cm, saya mencoba mengukur kedalamannya yang penuh bekas genangan air hujan dan yang mengherankan lagi adalah penuh berisi berudu katak. Dari tubir hingga dasar mencapai + 30 cm. Dan posisinya menghadap arah Utara Selatan atau kearah puncak Gunung Arjuna. Arah hadap seperti ini biasa kita temukan pada kebudayaan megalitikum,bahkan hampir semua kubur batu sejaman arah hadapnya sama, baik itu hingga kubur batu Tana Toraja sekalipun menghadap arah Utara Selatan dengan posisi kaki menghadap Utara sedang kepala berada di arah Selatan.






Bagi orang-orang yang biasa bergerak dibidang sejarah apalagi arkeologi, sepintas lalu saja bisa diambil kesimpulan bahwa yang sedang dihadapan mereka sebenarnya bukan merupakan sebuah lesung melainkan sebuah Sarkofagus* atau sebuah peti mati batu.

Dibawah ini adalah sedikit contoh gambar peti mati batu yang pernah ditemukan.



Stone coffin dari Inggris.
Dan ini adalah peti batu yang ditemukan di daerah Bali.


Dan juga di daerah Bondowoso Jawa Timur
Peti mati batu populer sekali pada jaman megalitikum yang berkurun antara 1000 SM - 100 M digunakan sebagai tempat menyimpan mayat para leluhur yang kebanyakan adalah para kepala suku atau pemimpin dari penduduk setempat di masa itu.
Dijaman ini penggunaan alat-alat dari logam telah berkembang pesat, sehingga tidak terlalu sulit untuk memahat batu menjadi sebuah keperluan sehari-hari.
Diatas bagian kepala terdapat bejana atau bokor batu yang berguna sebagai tempat menaruh barang barang berharga si mati, berukuran + 50 X 60 cm.



Dan juga beberapa batu tegak yang saya perkirakan adalah tiang-tiang sebuah dolmen*.



Sangat disayangkan sekali tutup dari sarkofagus dan dolmen ini telah beralih tempat, dan raib entah kemana. Sedangkan beberapa batu telah berpindah tempat akibat ulah para peziarah tempat keramat yang mencoba merekonstruksi ulang tempat ini sesuai dengan keinginan mereka hingga merubah konstruksi awal bangunan.

Bahkan saat saya meneliti batu-batu yang berserak di sekitar, saya sempat menemukan batu yang memiliki bentuk bibir tepat di tengah-tengahnya. Ini mengingatkan saya akan batu bertapak yang saya temukan beberapa waktu lalu.

Tidak dapat dipungkiri penemuan benda purba seperti ini menguatkan dugaan saya bahwa di daerah Jawa Timur atau pulau Jawa pada umumnya sekitar 2500 tahun lalu telah hidup kelompok-kelompok masyarakat yang telah memiliki peradaban dan juga memliki sistem pemerintahan.

Kita lihat betapa halusnya bentuk sarkofagus tersebut, menunjukkan kepiawaian pembuat sarkofagus menggunakan peralatan logam untuk membentuk batu andesit menjadi sebua peti mati batu. Saya tidak menemukan sebuah patung arca atau prasasti yang membuktikan memang bukanlah sebuah situs era kerajaan yang ada di Jawa, karena kerajaan di Jawa Timur yang tertua seperti kerajaan Kanjuruhan berdiri abad ke 6 M. jadi memiliki jeda waktu sekitar 1000-1500 tahun hingga muncul kerajaan-kerajaan besar di Jawa.



Pertanyaan saya berikutnya adalah :


Lalu dari mana ilmu pengetahuan penggunaan logam yang berkembang saat itu..?

Kemanakah masyarakat-masyarakat yang ada pada masa itu, kenapa jejak mereka seakan lenyap ditelan bumi hingga timbul kembali kerajaan kerajaan pada era selanjutnya yang selang 1000 tahun tersebut..?

Seperti apakah masyarakat yang ada pada saat itu...?



Saya akan mencoba mengangkatnya pada bahasan saya yang lain, not now...wakakakaka

Dan ini foto salah satu penghuni kawasan sarkofagus yang asyik mengikuti kemana saja saya melangkah.



*

Sarkofagus adalah suatu tempat untuk menyimpan jenazah. Sarkofagus umumnya dibuat dari batu. Kata "sarkofaus" berasal dari bahasa Yunani σάρξ (sarx, "daging") dan φαγεῖνειν (phagein,"memakan"), dengan demikian sarkofagus bermakna "memakan daging".


Sarkofagus sering disimpan di atas tanah oleh karena itu sarkofagus seringkali diukir, dihias dan dibuat dengan teliti. Beberapa dibuat untuk dapat berdiri sendiri, sebagai bagian dari sebuah makam atau beberapa makam sementara beberapa yang lain dimaksudkan untuk disimpan di ruang bawah tanah. Di Mesir kuno, sarkofagus merupakan lapisan perlindungan bagi mumi keluarga kerajaan dan kadang-kadang dipahat dengan alabaster

Sarkofagus - kadang-kadang dari logam atau batu kapur – juga digunakan oleh orang Romawi kuno sampai datangnya agama Kristen yang mengharuskan mayat untuk dikubur di dalam tanah.
Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang. Di bawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu. Dolmen yang merupakan tempat pemujaan misalnya ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Dolmen yang mempunyai panjang 325 cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm ini disangga oleh beberapa batu besar dan kecil. Hasil penggalian tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan. Benda-benda yang ditemukan di antaranya adalah manik-manik dan gerabah.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar