Eugenics Ala Hitler: Catatan Kelam De-Humanisasi

Adolf Hitler, sang pembantai dari Jerman, termasuk orang yang gembira menyambut teori Darwin, karena ia juga mendapatkan justifikasi terhadap pandangan rasialismenya. Hitler dengan partai Nazi-nya meyakini bahwa ras Arya, komponen utama bangsa Jerman, lebih tinggi dari ras-ras lainnya, bahkan lebih tinggi daripada sesama bangsa Eropa lainnya. Karena itu Hitler mengimpikan ras Arya akan membangun imperium yang akan bertahan selam seribu tahun.

Setelah mendapat inspirasi dari teori Darwin, khususnya tentang pertarungan untuk mempertahankan kelangsungan hidup, Hitler kemudian berusaha mewujudkan impiannya itu dengan melakukan invasi militer ke berbagai negara tetangganya, seperti Austria, Ceko, Polandia, Perancis dan Rusia. Jika mungkin, ia ingin menguasai seluruh dunia. Menurut Harun Yahya, pengaruh rasialisme teori Darwin terhadap pemikiran Hitler nampak sekali pada bukunya yang berjudul “Mein Kampf”(Perjuanganku). Sebagaimana Darwin, Hitler juga memberikan status kera kepada ras non-Eropa. “Hapuskan [ras] Jerman Nordik dan jangan ada yang tersisa kecuali tarian para kera,” kata Hitler.

Harun Yahya juga menjelaskan, dasar berpijak pandangan evolusionis kaum Nazi ada pada konsep eugenics. Eugenics berarti `perbaikan’ ras manusia dengan cara membuang orang-orang berpenyakit dan cacat, serta memperbanyak jumlah individu sehat. Menurut teori tersebut, ras manusia dapat diperbaiki dengan cara yang sama sebagaimana hewan berkualitas baik dapat dihasilkan melalui perkawinan hewan-hewan yang sehat. Sedangkan hewan yang cacat dan berpenyakit dimusnahkan. Jelas ada kaitan kuat antara teori eugenics dengan teori evolusi, seperti tampak di berbagai publikasi yang menyebarluaskan sains aneh ini. Di antara publikasi tentang eugenics berbunyi, “Eugenics adalah pengaturan mandiri evolusi manusia”.

Sebagaimana dapat diduga, pendukung eugenics adalah para Darwinis.Pemimpin gerakan eugenics di Inggris adalah sepupu Charles Darwin, yakni Francis Galton, dan anaknya, Leonard Darwin.

Yang pertama mendukung dan menganjurkan eugenics di Jerman adalah Ernst Haeckel, ilmuwan biologi evolusionis terkenal. Ia menganjurkan agar bayi-bayi cacat yang baru lahir segera dibunuh untuk mempercepat proses evolusi pada masyarakat manusia. Haeckel juga mengusulkan agar orang-orang cacat, lemah mental dan berpenyakit genetis hendaknya dibunuh saja. Jika tidak, kata Haeckel, mereka ini akan membebani masyarakat dan memperlambat evolusi. Haeckel meninggal dunia pada tahun 1919, namun idenya telah diwariskan kepada kaum Nazi. Sehingga, tak lama setelah Hitler meraih kekuasaan, ia segera menerapkan kebijakan eugenics. Mereka yang lemah mental, cacat, dan berpenyakit keturunan dikumpulkan dalam `pusat-pusat sterilisasi’ khusus untuk dilenyapkan, karena orang-orang demikian dianggap parasit yang mengancam kemurnian ras Jerman dan menghambat kemajuan evolusi. Sehingga dalam waktu singkat, orang-orang ini kemudian dibunuh atas perintah rahasia Hitler.

Masih dalam semangat evolusi dan eugenics, Nazi telah menganjurkan muda-mudi berambut pirang dan bermata biru yang dianggap mewakili ras murni Jerman untuk saling berhubungan seks tanpa harus menikah. Untuk itu pada tahun 1935 ladang-ladang khusus reproduksi manusia didirikan. Di dalamnya tinggal wanita-wanita muda yang memiliki kriteria ras Arya. Ladang-ladang itu kemudian menjadi tempat singgah para perwira SS Nazi untuk berzina dengan dalih eugenics. Selanjutnya bayi-bayi yang lahir dari perbuatan biadab di ladang-ladang ini akan dipersiapkan untuk menjadi prajurit masa depan `Imperium Jerman’.

Dalam rangka memperbaiki keunggulan ras Arya, kaum Nazi menggunakan konsep Darwin. Darwin menyatakan bahwa ukuran tengkorak manusia membesar tatkala ia menaiki tangga evolusi. Kaum Nazi sangat mempercayai gagasan ini dan mengadakan pengukuran tengkorak untuk menunjukkan bahwa Jerman adalah ras unggul. Di seluruh Jerman Nazi, melakukan pengukuran demi membuktikan bahwa tengkorak bangsa Jerman lebih besar dibandingkan dengan ukuran tengkorak ras-ras lain. Ciri fisik seperti gigi, mata dan rambut diperiksa berdasarkan kriteria evolusionis. Mereka yang kedapatan berukuran di luar kriteria resmi ras Jerman dibinasakan menurut kebijakan eugenics Nazi.

Semua kebijakan aneh ini diterapkan atas nama Darwinisme. Michael Grodin, sejarawan Amerika dan penulis buku, The Nazi Doctors and the Nurenberg Code menyatakan fakta ini, “Saya pikir apa yang telah terjadi adalah adanya kesesuaian sempurna antara ideologi Nazi dan Darwinisme Sosial dan pemurnian ras…” Hal senada juga diungkap Sir Arthur Keith, seorang evolusionis terkenal, “Pemimpin Jerman, Hitler, adalah seorang evolusionis; ia dengan sengaja menjadikan Jerman sejalan dengan teori evolusi.”

Benito Mussolini, diktator dan pemimpin Partai Fasis di Italia adalah termasuk sekutu terpenting Hitler dalam Perang Dunia II. Seperti Hitler, Mussolini juga pengagum Darwin. Di masa mudanya, ia pernah menulis artikel yang menyanjung Darwin sebagai ilmuwan terbesar yang pernah ada. Setelah menjadi pemimpin Italia, Mussolini memimpin pendudukan dan penjajahan atas Ethiopia dan Libya berdasarkan pandangan rasialisme Darwin. Menurut Mussolini, Ethiopia adalah bangsa kelas rendah sebab mereka termasuk ras hitam; karenanya diperintah oleh ras unggul seperti Italia justru merupakan sebuah kehormatan bagi bangsa Ethiopia.

Pada akhirnya Hitler dan Nazi berhasil dikalahkan dalam Perang Dunia II. Hitler mati bunuh diri. Namun sebelum itu Hitler dan pasukannya sudah terlanjur berhasil membunuh jutaan manusia berdasarkan keyakinannya pada paham rasialisme, eugenics, dan Darwinisme.

Mussolini dihukum mati oleh rakyatnya sendiri. Tapi sebelum itu ia juga telah terlanjur memerintahkan pembunuhan 15 ribu penduduk Ethiopia selama pendudukan Italia. Pembantaian kaum Muslimin di Libya lebih dahsyat. Tercatat ada 1,5 juta orang Muslimin mati dibunuh tentara Italia.

Moh. Toriqul Chaer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar