Si Pembersih Kapas yang Dieksekusi

Al-Hallaj bernama Husain bin Mansur Al-Baydhawi Al-Farisi. Kuniyahnya adalah Abu Abdillah, namun ada juga yang mengatakan Abu Mughits. Ia berasal dari daerah Baydha’, salah satu kota yang ada di Persia. Kakeknya adalah seorang pemeluk agama Majusi.

Al-Hallaj dibesarkan di Tustar. Di sana ia sempat berguru kepada Sahl bin Abdillah At-Tustari selama dua tahun. Ketika pindah ke Bagdad, Al-Hallaj pun sempat berguru ke Al-Junaid, Abul Husain An-Nuri, dan Amr bin Utsman Al-Makki. Kepada gurunya yang disebut terakhir ini, Al-Hallaj berguru selama delapan belas bulan.

Tentang sebab ia dijuluki al-hallaj, ada beberapa pendapat. Pendapat yang kuat, ia dijuluki demikian karena suatu hari pernah ditemukan telah membersihkan kapas dalam hitungan waktu sebentar. Padahal, dengan jumlah kapas yang ada waktu itu, tidak ada orang yang sanggup untuk membersihkannya kecuali dalam tempo lama.

Sejak itulah, orang-orang menjulukinya sebagai al-hallaj, si pembusur kapas. Dikatakan busur, karena alat pembersih kapas itu berbentuk busur, melengkung seperti busur panah.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa julukan itu diberikan kepadanya karena ayah Al-Hallaj adalah seorang tukang pembersih kapas. Jamak diterima kebiasaan waktu itu untuk menjuluki seorang anak dengan profesi orangtuanya.

Ada juga yang mengatakan bahwa julukan itu dikenakan karena ia dapat mengetahui rahasia-rahasia yang ada dalam benak orang lain. Pendapat ini berdasarkan cerita yang pernah disampaikan oleh salah seorang anaknya, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala’ ketika membicarakan tentang biografi Al-Hallaj.

Dalam cerita itu dikatakan bahwa semasa hidupnya Al-Hallaj pernah meninggalkan keluarganya tanpa satu kabar apapun. Ia menghilang selama lima tahun.

Ternyata, waktu itu, Al-Hallaj pergi ke wilayah Seberang Sungai (Transoxiana), sebuah istilah untuk wilayah Turki Lama yang hari ini lebih dikenal sebagai wilayah bekas pecahan-pecahan negara Uni Soviet. Setelah kembali ke tengah keluarganya, Al-Hallaj memulai dakwah mengajak kepada Allah ta’ala.

Ia membuka majelis untuk mendakwahi manusia. Ia pun menulis berbagai karangan. Puncaknya, ia mulai berbicara tentang apa-apa yang ada di dalam benak-benak audiensnya. Sejak itulah, Al-Hallaj dikenal dan dijuluki masyarakatnya dengan sebutan hallaj al-asrar.

Riwayat dakwah Al-Hallaj mulai berubah ketika suatu hari ia mengajarkan tasawwuf. Peristiwa ini juga, kiranya, yang memulai rangkaian permusuhan orang-orang terhadapnya.

Ajaran tasawwuf itu, ternyata, diambil Al-Hallaj dari sejumlah kitab milik salah satu gurunya, Amr bin Utsman Al-Makki. Tanpa sepengetahuan gurunya itu, Al-Hallaj mengambil kitab-kitab yang dimaksud.

Al-Hallaj kemudian membacanya, mempelajarinya dan mengajarkannya kepada manusia. Ketika sampai pada beberapa syaikh Sufi, perihal ajaran tasawwuf Al-Hallaj ini mengganjal benak mereka. Mereka meyakini, tasawwuf yang diajarkan Al-Hallaj banyak menyelisihi syariat Islam.

Amr bin Utsman Al-Makki sendiri, ketika pertama kali mengetahui bahwa Al-Hallaj telah mencuri sejumlah kitabnya, mengutuknya dengan keras. Ia, bahkan, berdoa kepada Allah agar membuat tangan dan kaki Al-Hallaj terpotong.

Di tengah hujatan orang banyak, Al-Hallaj tetap mempertahankan apa yang ia ajarkan itu. Sebaliknya, ia tetap menganggap apa yang diajarkannya itu sebagai wujud kecintaannya kepada Allah.

Salah satu yang diajarkannya itu adalah keyakinan tentang hululiyyah. Al-Hallaj meyakini, Allah ta’ala sebagai pencipta dan pengatur alam semesta dapat menyatu dengan manusia-manusia pilihan di dunia ini. Termasuk bentuk keyakinannya ini adalah pengakuannya bahwa dirinya telah bersatu dengan Allah ta’ala.

Al-Hallaj juga mengajarkan hal-hal lain yang tak-kalah kontroversialnya. Dari murid-muridnya, orang-orang banyak mengetahui ucapan-ucapan Al-Hallaj. Di antaranya adalah ucapan “Siapa saja yang membedakan antara keimanan dan kekafiran maka ia telah kafir.” Perkataan Al-Hallaj yang lain adalah “Sesungguhnya, keimanan dan kekafiran itu adalah dua hal yang berbeda dilihat dari sisi nama tetapi memiliki hakikat yang sama dari sisi makna.”

Dalam beberapa kejadian, Al-Hallaj mempertontonkan kebolehannya dalam menyihir di depan orang-orang. Karena itu, wajar, jika sejumlah tokoh Sufi waktu itu ada yang menjulukinya juga sebagai seorang penyihir ketimbang seorang Sufi.

Al-Hallaj juga pernah menulis kepada salah seorang muridnya, “Mudah-mudahan Allah menyembunyikan darimu zhahir syariat dan menampakkan kepadamu hakikat kekafiran, karena sebenarnya zhahir syariat itu adalah kekafiran dan hakikat kekafiran itu adalah mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi.”

Al-Hallaj pernah pula menggubah syair-syair kontroversial. Salah satu syair tersebut adalah,

akulah Dia yang kucinta

dan Dia yang kucintai, Akulah itu

kami dua jiwa dalam satu tubuh

waktu kau lihat aku, kau lihat Dia

dan waktu kau lihat Dia, kau lihat kami

Karena keyakinan-keyakinan tersebut, para ulama dan kaum muslimin banyak yang mengafirkan Al-Hallaj. Pemerintah Bani Abbasiyah waktu itu pun menangkap Al-Hallaj. Pada 922 M, bertepatan dengan bulan Dzulqa’dah tahun 309 H, Al-Hallaj dieksekusi mati.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar