Solar Dynamics Observatory NASA memberi pandangan baru pada sulur api matahari. Data ini diyakini peneliti Amerika Serikat (AS) mampu meningkatkan cara ramal cuaca luar angkasa.
Instrumen seharga US$32 juta (Rp280,5 miliar) pada SDO yang dirancang dan dibuat University of Colorado di Boulder ini menunjukkan energi dari sulur api matahari ternyata lebih kuar dan bertahan lama dari perkiraan sebelumnya seperti dikutip UPI.
Sulur api ini merupakan semburan intens radiasi yang berasal dari pelepasan energi magnetic terkait bintik matahari. Ketika energi mencapai atmosfer Bumi, energi ini bisa mempengaruhi operasi komunikasi dan satelit navigasi yang mengorbit Bumi.
Instrumen EVE ini menemukan, radiasi dari api matahari terkadang bertahan selama lima jam di luar beberapa menit pertama terjadinya api matahari dan total energi dari tahap lanjutan ini terkadang memiliki energi lebih besar dari peristiwa awalnya.
“Jika bisa memanfaatkan hasil baru ini untuk model prediksi cuaca luar angkasa, ramalan akan jauh lebih bisa diandalkan untuk menentukan efeknya pada komunikasi dan sistem navigasi di Bumi. Hal ini memang butuh waktu, namun memang pantas,” ujar Tom Woods.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar